Mohon tunggu...
lady  anggrek
lady anggrek Mohon Tunggu... Wiraswasta - write female health travel

Suka menulis, Jakarta, Blog: amaliacinnamon.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bagaimana Aku Bisa

4 Agustus 2018   20:57 Diperbarui: 7 Agustus 2018   20:18 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana aku bisa? Melupakan seseorang sehingga dada berdebar-debar, Dan tak bisa bersembunyi darimu karena sebuah luka, Lepaskan penat hilangkan kegelapan di balik sinar.

Ingatan saat tubuhmu bersatu dengan tanah secara perlahan namun pasti. Aku melihat foto pernikahan kita terpajang anggun menempel di dinding. Segelas susu rasa strawberry menemaniku. Masih hangat dan uapnya berhembus melayang di atas udara. Mulutku meniup perlahan. Dan kembali seperti biasa rutinitas sehari-hari.

Sambil mengingatmu yang tidak mungkin terlupakan. Pada hari itu, matahari tidak terlalu terik. Bahkan angin bertiup syahdu perlahan menyelimuti kami. Serta kata La illaha Illallah tergiang-ngiang bergemuruh kencang suara mereka, membawamu di atas keranda.

Tidak disangka bahkan dedaunan telah berguguran dari pohon Kamboja bersentuhan dengan tanah. Jatuh perlahan satu persatu seakan perpisahan adalah hal biasa. Sakit tersimpan di dalam dada mengiris dengan pasti namun tak dapat menghentikan waktu.  Tak jauh di sana, kuburanmu terletak kaku saat matahari mulai terbenam. Pilu menyerbak membayangi kehidupanku.

Kini bunga-bunga bertebaran di atas kuburanmu, Suamiku. Tampak kerumunan orang-orang mengelilingi tanah menutupi tubuhmu. Papan kayu terpasang rapi, namamu tertera, tanggal kelahiran dan tanggal kematianmu hari di atas makam.

Bahkan mereka berdoa semoga engkau diterima di sana. Mereka dan juga diriku terluka karena telah kehilangan dirimu. Apakah kamu ya mungkin saja telah tersenyum bahagia? Sepertinya selama kita bersama, berdua menghadapi setiap derita yang engkau rasakan. Bahkan kelelahan secara bertubi-tubi berusaha mematahkan semangatmu. Sahabatku, inginku kita hidup hingga menua bersama. Menikmati masa demi masa yang entah kapan teralihkan. "Sudahlah sudah, Miranti. Memang ini yang akan terjadi." Bisik Kak Andreas kepadaku.

Air mataku ini masih terus membasahi pipi dan tubuhku telah luluh lantah sejak kepergianmu. Lalu bagaimana aku bisa melupakan segala tentang dirimu? Kerudung berwarna hitam telah aku kenakan dengan busana seirama. Bagaimana mungkin aku bisa bertahan hidup tanpamu? 'Miranti, ada kakak temani kamu." Ucapnya lagi menghiburku. Aduh, lagi-lagi ingatan tentang dirimu sekali lagi membayangiku.

Saat engkau bertanya kepadaku saat di rumah sakit. Bahkan wajahmu sudah tidak dapat kukenali lagi. Tulang-tulang dari tubuhmu membuat kedua mataku nanar. Kanker paru-paru telah menghabisi kulit dan tubuh yang dahulu gagah berdiri tegak. Memayungi jiwaku berlari dari kesunyian penuh canda tawa dan nasehat orang tua mengiringi setia.

"Apa yang akan engkau lakukan setelah kepergianku?" Tanyamu. Bagaimana aku bisa? Jawabanku telah jelas. Dan pertanyaan-pertanyaan setelah engkau berpulang terus menimbulkan tanda tanya. Apa yang akan kulakukan setelah dirimu bersatu dengan tanah?

 Kedua mataku kembali memperhatikan deretan baris makam berjejer rapi. Bahkan kini engkau sudah menjadi bagian dari mereka. Entah bagaimana kabar di sana menanti pertemuan dengan-Nya dan pengadilan akhirat menilai selama kita lakukan di dunia ini.

"Miranti, jangan lupa untuk selalu tersenyum!" Nasehat Kak Andreas dari balik kaca jendela mobil. Avanza berwarna merah segera berlalu dari pagar depan rumah. Sehari setelah kepergian Ibu kembali ke kota Surabaya. Dia kembali mengajar sebagai guru Sekolah Dasar. Tak jauh dari tempat tinggalnya. Sedangkan Kak Andreas kembali bekerja sebagai wartawan di salah satu televisi swasta. Aku tidak tega membiarkan mereka menemani diriku terlalu lama. Mereka sendiri punya aktivitas sendiri. Setelah 2 bulan lamanya di sini, Rumahku bersama Kareem. Kerudungku masih berwarna kelabu kembali membalut kepalaku, sedih aku rasakan masih temani diriku ke dalam perjalanan sunyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun