Kliennya itu kebanyakan adalah perempuanperempuan yang ditinggal suaminya. Misalnya mereka yang suaminya mendekam dalam penjara. Dalam penungguan suaminya bebas, mereka memanfaatkan jasa servis kasih sayang yang ditawarkan oleh Randu dan beberapa orang kawannya. Tentang itu mereka sukses merahasiakan dari publik. Aku kadang berlagak jadi orang suci menasihatinya kalau perbuatannya itu adalah kesalahan. Hati dia sudah tertutup akan nasihat. Â
Dia lama diam setelah kuperdengarkan kisah keempat kawanku. Aku menangkap kekecewaan dari raut wajahnya. Tidak berselang lama kami pun meninggalkan kedai itu. Kami berpisah, aku kembali ke toko majikanku, aku tidak tahu apakah dia akan bertolak ke penginapannya atau sejenak jalan-jalan melihat situasi kota. Dia mengundangku untuk datang ke acaranya, pelatihan menulis.
Aku memang datang keesokan harinya di aula gedung kesenian. Pesertanya kebanyakan pelajar yang masih muda-muda. Di depan, dia menyampaikan banyak hal pada kami. Aku jadi teringat kenangan lima belas tahun silam.
"Apa kau tahu makhluk yang terkutuk selain iblis?" Seolah-olah aku adalah anak kecil ditanyai pertanyaan seperti itu darinya, ketika acara sudah bubar. "Manusia yang durhaka," sekonyong-konyong aku menjawab demikian.Â
Dia menggeleng. Jawabanku salah. Aku diam. Dia menjawab sendiri, "Adalah penulis yang putus asa," dia tersenyum. "Tulislah sebuah cerita tentang pertemuan kita ini," dia meremas pundakku. Perkataannya adalah tamparan buatku sekaligus suntikan semangatku.
Hari dimana dia meninggalkan kota ini. Aku membaca berita tentang kematian penulis senior. Di media sosial ramai orang membicarakan kematiannya. Bagaimana mungkin dia diberitakan mati? karena penyakit lambung yang dideritanya dan sudah sebulan berada di rumah sakit, sementara aku dan dia bersama-sama di kota ini.***