Mohon tunggu...
Kuncarsono Prasetyo
Kuncarsono Prasetyo Mohon Tunggu... Konsultan - Sejarah itu asyik :)

Tukang gambar yang interes pada sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Wakil Ketua MA yang Dikubur dengan Peti Wine

30 Oktober 2019   08:32 Diperbarui: 1 November 2019   18:40 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makam Peneleh Surabaya. kompleks penguburan kolonial seluas 5 hektare ini sekarang tidak terurus.  Diresmikan sejak 1847 dan baru resmi ditutup tahun 1960, tidak ada yang istimewa dengan makam ini jika kalian hanya lewat di depannya saja. 

Namun sempatkanlah mampir ke sini. Masuklah! amati satu per satu nisan yang eksotis, Anda bakal menyaksikan sisa-sisa kemegahan kebudayaan penguburan Kolonial. Inilah saksi bisu penjajahan ratusan tahun itu. 

Minggu pagi kemarin, saya diundang Rachmad Juliantono, fotografer yang juga pentolan komunitas Love Suroboyo untuk datang lagi ke sini. kok 'lagi'? ya lagi,  karena saya lagi-lagi datang ke sini. Kebetulan saya punya rumah untuk usaha tepat di depannya, Tentu tidak terhitung berapa kali saya masuk makam ini. Namun tidak pernah bosan. Kali ini lebih asyik, karena datang beramai-ramai bersama puluhan anggota komunitas Love Suroboyo. 

dokpri
dokpri
Kami berkeliling ke Makam Peneleh. Dari ujung ke ujung. Ada banyak kisah hidup yang unik pada beberapa orang yang dikubur. Di dalam bangunan makam yang masih menyimpan sisa-sisa kemewahan.

Masuk pintu utama makam, tengoklah sisi kanan, diantara ribuan nisan ada satu yang menonjol, tugu yang terbuat dari besi tempa berukir khas Eropa. Inilah makam P.J. B. de Perez, Wakil Direktur Mahkamah Agung Hindia Belanda yang juga komisaris sejumlah perusahaan besar. Saya mengenal sosok Perez lebih utuh setelah mendampingi sejarahwan Inggris sekaligus peneliti perang Diponegoro, Prof Peter Carey, beberapa waktu lalu. 

dokpri
dokpri
Nama lengkapnya  Pierre Jean Baptiste de Perez, sebelumnya pernah menjadi Residen Surabaya. Dia menjabat Gubernur Sulawesi saat Diponegoro diasingkan di Makassar tahun 1934. Perez diam-diam berniat membebaskan Diponegoro. Dia menjanjikan akan melobi ke Kerajaan Belanda agar Diponegoro bisa kembali ke Jawa. Namun rencana itu gagal justru Diponegoro sendiri yang menolaknya halus. 

BACA JUGA : Pencetus Bahasa Indonesia Ternyata Orang Belanda

BACA JUGA : Kembang Jepun, Sebutan Pelacur Jepang yang jadi Nama Jalan

Entah apa alasannya, Perez pernah berwasiat ingin dimakamkan di Surabaya jika meninggal dunia. Namun justru kisah kematiannya yang menarik disimak. Ketika menduduki jabatan tinggi di Batavia, dia diperintah memimpin ekpedisi ke Bone 1859, untuk meredakan perlawanan. Namun dalam pelayarannya, dia meninggal karena stroke di tengah laut Bajo. Sempat ada perdebatan di manakah Perez harus dikubur. Di Bajo atau ke Surabaya? sampai akhirnya para tentara memutuskan menguburkan Perez sesuai wasiatnya.

dokpri
dokpri
Makanya antara tanggal meninggalnya yang 16 Maret 1859 dengan tanggal penguburannya tertulis ada selisih delapan hari kemudian. Karena ada waktu perjalanan pelayaran ke Surabaya dari Bajo. 

BACA JUGA : Benteng Ketarhir Umat Khong Hu Chu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun