Mohon tunggu...
Kristogonus Tadeus
Kristogonus Tadeus Mohon Tunggu... Guru - mencitai kebijkasanaan

kristo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Harta Berhargaku Warisan Bapak"

16 Maret 2021   06:18 Diperbarui: 16 Maret 2021   07:04 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belakangan ini bapak memang lebih banyak membicarakan soal kemandirian hidup dan masa depan kepadaku. Sebagai seorang bapak yang telah melahirkan dan membesarkannku, dia tahu apa pergolatan hidupku saat ini.
"Ema kita boleh miskin harta tapi kita tidak boleh miskin iman", kata bapak seakan mengajakku untuk berefleksi. Aku terdiam sejenak. Aku tak menduga kalimat bijak ini keluar dari ucapan bapak. Pikiranku mencoba menerka maksud bapak mengatakan demikian padaku. Tidak ada penjelasan bapak di awal atau sesudah dari ucapnnya itu. Dugaanku, ungkapan bapak ini ada hubungan dengan konflik yang menimpa keluarga bapak Simon.

Dugaanku beralasan, karena pagi tadi bapak bersama bapak Yakobus serta beberapa tokoh kampung lain berkunjung ke keluarga bapak Simon.  Tapi aku tak berani untuk menanyakan maksud ungkapan bapak apakah ada kaitan dengan konflik yang menimpa keluarga bapak Simon. Karena kami anak-anak mengenal watak bapak yang tidak suka membahas masalah yang terkait dengan orang dewasa. Bapak meninggalkanku sendirian di situ dan entah kemana. Bapak tipe orang selalu menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas.

Pikiran terfokus pada ungkapan bapak, "kita boleh miskin harta tapi tidak boleh miskin iman". Semakin kucoba mengartikannya, semakin aku bingung. Tak pernah kudengar ungkapan ini sebelumnya. Kucoba menghubung-hubungkan dengan materi pelajaran yang kuterima di bangku SMA. Kalau harta berarti berhubung dengan ilmu ekonomi. Iman berhubung dengan pelajaran agama. Kayaknya tidak "nyambung", pikirku. Pelajaran ekonomi aku diajari untuk bagaimana cara memperoleh harta. Hartalah yang membuat orang bisa hidup. hartalah yang selalu diburu orang dalam mengisi hidupnya. Alur pikiranku tak beraturan, bertanya sendiri, jawab sendiri dan bingung sendiri.

Aku memutuskan untuk melanjutkan perkuliahan di perantauan, jauh dari keluarga dan sanak saudara. Alvian, sahabat karibku masa-masa SMA mengajakku untuk meneruskan kuliah di Medan Sumatara Utara. Keluarga mendukung keputusanku. Enam bulan pertama di perantauan, kulalui dengan gembira. Suasana baru, teman baru, model pendidikan baru. Ternyata enak jadi mahasiswa, pikirku. Pakaian bebas, waktu kuliah tidak terikat, aturan tidak mengekang seperti masa-masa SMA.
 
Namun seiring berjalan waktu, aku mulai merasakan bahwa hidup di perantauan tidak seindah yang aku bayangkan. Alvian hanya bertahan satu tahun karena bapaknya meninggal. Alvian tidak lagi meneruskan kuliahnya karena masalah biaya. Perasaan sendirian kerap mencekam batinku. Rasa rindu pada sanak saudara dan suasana kampung terpendam sepi di sudut hati. Jangankan sanak saudara, dengan orang-orang sedaerahku Flores saja sulit kujumpai. Bukan aku tidak punya teman-teman di tanah rantau ini. Aku bisa dan bergaul dengan siapa saja. Tapi rupanya, bertemu dengan saudara sedaerah memberi rasa nyaman tersendiri, bila di perantauan. Aku terlahir dan bertumbuh dalam budaya, adat istiadat, kebiasaaan yang tidak kudapatkan di tanah rantau. Itulah kerinduan yang aku alami sebagai perantau.

"Kita boleh miskin harta tetapi tidak boleh miskin iman". Ungkapan bapak kepadaku saat itu menggema dalam refleksi perjalanan hidupku. Aku tersadar, kalimat bijak bapak bukanlah sebuah teori berfikir untuk dicari alasan dan argumentasi. Melainkan aku temukan arti dan maknanya bila aku hayati dalam sikap dan tindakan. Suka duka hidup yang mengisi ruang hidupku membuat aku mengerti arti iman yang bapak ucapkan.Imanlah membantu aku melewati masa-masa sulit di "pengasingan". Imanlah yang mengingatkan aku untuk tidak terlibat dalam pergaulan-pergaulan yang tidak sehat. Imanlah merawat aku untuk selalu bersemangat, berjuang meraih asa dan harapan. Imanlah yang mengajak aku untuk terbuka dan bersahabat satu sama lain. Imanlah yang menumbuhkan gairah jiwaku untuk terus melakukan kebaik-kebaikan.
 
Bapak mengajari aku, iman itu adalah senantiasa menyerahkan diri pada Tuhan. Mengajari aku agar selalu mendekatkan diri pada Tuhan. Bapak membiasakan aku untuk selalu berdoa saat akan berpergian. Bapak berpesan, selalu berdoa tiap hari apapu situasi, suka ataupun duka, gembira atau sedih. Bapak menekankan aku untuk tetap ingat dan sadar apa pun yang aku terima adalah anugerah Tuhan. Inilah warisan iman yang aku peroleh dari Bapak. Aku bersyukur, berkat "warisan" bapak aku tetap mampu memelihara segala kehidupan ini dengan segala suka dan dukanya. Aku merasa, berkat "warisan" bapak ini aku bisa terus mengembangkan semangat di tengah di tengah "badai" hidup yang kerap menerpa. Akhirnya, aku berharap aku bisa menjaga dan meneruskan "warisan" bapak ini hingga penghujung hidupku.

Met ultah, Bahagia engkau bersama para kudus, doakan kami para penerusmu
medan, 28 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun