Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Pelajar dalam Sengatan SKCK Pasca-aksi Demo Tolak Omnibus Law

15 Oktober 2020   10:51 Diperbarui: 19 Oktober 2020   08:44 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak di bawah umur mengikuti aksi tolak UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Aksi menolak UU Cipta Kerja yang awalnya hanya banyak digelar kaum buruh dalam perkembangannya juga diikuti berbagai elemen masyarakat, dari mahasiswa, pelajar, hingga anak-anak di bawah umur. (Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Usia anak-anak (pelajar) pada dasarnya didominasi oleh fase ingin tahu (curiosity). Soal tahu atau tidak. Pada usia-usia demikian, rasa penasaran dan ingin mencoba lebih "menggerayangi" pola pikir anak-anak. 

Maka, pendekatannya lebih ke arah pembinaan dan pendidikan, bukan mengancam atau menghakimi mereka dengan nalar hukum. Hemat saya, inilah salah satu metode yang mungkin bisa didekati ketika berhadapan dengan kasus para pelajar yang ditangkap karena ikut dalam aksi demonstrasi tolak Omnibus Law Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) kemarin.

Nasib pelajar yang ikut dalam massa demo tolak Omnibus Law Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) dibredel sanksi. Salah satu hukuman yang diberikan pihak kepolisian terkait pelajar yang ikut berdemo adalah menolak menerbitkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK). 

Selain menolak menerbitkan SKCK, sanksi yang diberikan kepada para pelajar adalah di-drop out dari sekolah. Sanksi ini diyakini bakal memberikan efek jera bagi para pelajar agar tak lagi ikut-ikutan dalam aksi demonstrasi di kemudian hari.

Potret realitas ini mengingatkan saya pada kasus penangakapan 10 orang anak di bawah umur di areal Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jawa Barat pada 2009 silam. 

Kesepuluh anak ini ditangkap dan sempat mengalami situasi jeruji hanya gara-gara bermain judi koin. Nasib anak-anak ini pun mulai dilabeli. Mereka bahkan sempat diancam untuk dijebloskan ke dalam penjara. 

Ancaman yang sama juga diperlihatkan pihak kepolisian bagi para pelajar yang ikut berdemo menolak UU Cipta Kerja. Dalam peringatannya, pihak kepolisian akan menolak menerbitkan SKCK bagi para pelajar yang terlibat dalam aksi demo menentang UU Cipta Kerja.

SKCK merupakan salah satu bagian dari dokumen persyaratan dalam berbagai urusan instansi-kepemerintahan. Bahkan ketika hendak melamar sebuah pekerjaan, SKCK sangat dibutuhkan oleh pihak perusahaan.

Surat ini penting mengingat track record seseorang selalu menjadi salah syarat bagaiamana seseorang, kelompok atau sebuah institusi menilai kita. SKCK tidak lain adalah sertifikat masa depan. Bagaimana jika ditangguhkan pihak kepolisian?

Menurut Komisioner KPAI Divisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi, Jasra Putra, tindakan kepolisian menolak menerbitkan SKCK bagi para pelajar justru menghambat masa depan anak. 

Ketika anak-anak diberi stigma dengan menolak menerbitkan lencana kelakukan baik dari sebuah institusi legal bernama kepolisian, hal ini justru membuat anak merasa tak bebas. Tindakan ini, juga sangat menghambat semangat anak-anak menggapai cita-cita di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun