Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Labuan Bajo dalam Desain "Super Premium"

2 Oktober 2020   07:33 Diperbarui: 4 Oktober 2020   03:40 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal di Pelabuhan Labuan Bajo. (Dok. Shutterstock/Harry Hermanan)

Loncatan level yang disematkan pada Labuan Bajo, hemat saya, agaknya terlalu cepat. Dari destinasi wisata premium, Labuan Bajo meloncat ke level super premium. Dari segi ongkos, keduanya sudah melejit tinggi.

Pertanyaannya: "Apakah masyarakat Labuan Bajo sendiri mampu menjangkau premium?" Jika yang premium saja belum bisa dijangkau, bagaimana dengan yang "super premium?" Kira-kira zona mana saja yang termasuk obyek wisata "super premium?"

Label wisata super premium sejatinya pelan-pelan melengser penduduk asli Labuan Bajo sendiri untuk mencicipi keindahan surga di tempat tinggalnya sendiri.

Apa yang terjadi sebetulnya adalah Labuan Bajo saat ini tengah dimangsa ambisi. Seperti anak ayam yang asyik bermain, Labuan Bajo tanpa sadar dibidik elang dari ketinggian libido berkuasa. 

Labuan Bajo tak tahu, elang kekuasaan menyerang dari engel yang mana dan waktu tepatnya kapan. Yang pasti, Labuan Bajo on target pemangsa. 

Kapan saja elang merasa waktunya lengah, Labuan Bajo dibawa terbang dan tak tahu jadinya seperti apa usai dibidik dan dicengram mangsa. Ini hanya alegori yang sempat dipadankan dengan kondisi Labuan Bajo saat ini.

Hemat saya, target wisata super premium dengan Labuan Bajo sebagai landasan pacu, secara tidak langsung mengasingkan mereka yang berada di level kelas menengah ke bawah dan mungkin masyarakat lokal Labuan Bajo sendiri.

Masyarakat tak merasa memiliki dan sempat mencicipi keindahan Labuan Bajo karena tak mampu membeli ongkos "super premium." Apa yang bisa dicicipi, jika demikian?

Tidak lain adalah sisa-sisa atau remah-remah hasil petualangan para penikmat wisata "super premium." Sisa-sisa itu, bisa berupa sampah, pesuruh, tegangan, dan "ketidaksiapan ekonomi-sumber daya manusia" di kalangan masyarakat.

Mengintip dana proyek percepatan destinasi wisata "super premium" ini, data Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat melaporkan sekitar Rp 1,7 triliun. 

Dana tersebut disalurkan melalui lima Kementerian, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PURR) senilai Rp 979,3 miliar, Kementerian Perhubungan (KEMENHUB) senilai Rp 435,0 miliar, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (PAREKRAF) senilai Rp 244,7 miliar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) senilai Rp 29,2 miliar, dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) senilai Rp 21,7 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun