Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sudah Saatnya Kita Melawan Pelecehan Seksual

7 Februari 2018   15:24 Diperbarui: 8 Februari 2018   18:36 2055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pasien perempuan dilecehkan oleh seorang perawat pria saat hendak ingin dipindahkan dari ruang operasi kandungan ke ruang operasi pemulihan. Pada rentan waktu seperti itulah, kira-kira, yang diingat si pasien kala dadanya disentuh oleh si perawat pria. Ia merasa dilecehkan ketika belum dalam pulih benar pasca operasi.

Kisah ini kemudian viral di media sosial dan mendapat banyak perhatian. Cacian pada si pelaku bertubi-tubi muncul dari jemari para warganet. Cercaan muncul, tuntutan agar pelaku dipecat hingga dipidana juga mencuat. Namun pihak rumah sakit dan penegak hukum perlu memastikan kebenaran dengan bukti-bukti yang dimiliki.  

Pelecehan terhadap pasien oleh perawat merupakan pelanggaran kode etik berat. Jika ini terbukti benar, perawat bisa saja direkomendasikan untuk dicabut izinnya sebagai perawat. Atau, tentu saja, membawa kasus tersebut kepada penegak hukum.

Namun, seiring bergulirnya isu tersebut, muncul sebuah pertanyaan yang memunculkan pro dan kontra. Satu di antaranya adalah: bagaimana mungkin pasien merasakan pelecehan seksual saat sedang tidak sadar?

Endro S. Efendi mencoba menjelaskan dengan singkat itu dalam artikelnya yang berjudul "Mengapa Pasien Mengetahui Dirinya Mengalami Pelecehan Seksual? Ini Penjelasannya". Katanya, pikiran terbagi atas dua hal: sadar dan bawah sadar.

"Pikiran sadar memegang kendali hanya 1 sampai 5 persen, sedangkan pikiran bawah sadar menguasai kendali jauh lebih besar yakni 95 sampai 99 persen," tulis Endro S. Efendi.

Sebab setiap pasien sebelum melakasanakan akan dibius, tapi dalam durasi waktu tertentu. Dan, yang kemudian terjadi adalah, menurut Endro S. Efendi, "ketika obat bius mulai memudar, saat itu pula, secara perlahan-lahan, level kesadaran pasien mulai naik. Hingga kemudian kembali sadar atau normal."

Pada hal ini seorang perawat, jika benar terbukti bersalah, telah melakukan naked power. Maksudnya, di mana ada pihak yang memegang kendali dan pihak lainnya tidak berdaya. Syaiful W. Harahap mencoba memaparkan beberapa kasus serupa yang juga pernah terjadi. Misalnya, pada Agustus 2017, Polda Jatim pernah memproses laporan dugaan pencabulan oleh seorang dokter kepada calon perawat.

"Dalam konteks ini juga terjadi pemakaian naked power karena posisi perawat berada di bawah kekuasaan dokter," tulisnya.

Atau belum lama ini kita juga dapati kabar kalau dokter olimpiade AS, Larry Nassar melakukan bentuk pelecehan terhadap 157 atlet. Atas perbuatan itu Larry Nassar dihukum 175 tahun penjara. Lalu, bagaimana dengan di Indonesia?

Berkaca dari kasus pelecehan terhadap pasien, polisi menjerat pelaku dengan pasal 290 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjara. Untuk itulah yang membuat Syaiful W. Harahap mengkritisi bagaimana sikap pemerintah terhadap para pelaku pelecehan.

"Padahal, banyak orang yang menuding negara itu sebagai negara yang tidak beradab. Kalau kita bandingkan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual di AS dan di Indonesia dari sisi moral: bangsa mana yang lebih mengedepakan moral?" tanya Syaiful W. Harahap dalam tulisannya "Naked Power" Dipakai oleh Perawat Melakukan Pelecehan Seksual kepada Pasien yang Tak Berdaya.

***

Menarik untuk memerhatikan pengalaman yang dialami Dr. Posma Siahaan ketika bertemu dengan pasien yang mengidap asma. Begini, satu waktu pasien tersebut memasuki ruang periksa. Namun, seperti sudah memahami, pasien tersebut ingin membuka pakaiannya. Sesaat hendak dibuka, Dr. Posma Siahaan menahannya dengan bertanya.

"Oh, nanti. Kita ngobrol dahulu, mbak ini sesak napasnya sejak kecil atau baru saja? Ada pelihara kucing atau binatang lain? Ada yang merokok di rumah?" kata Dr. Posma Siahaan.

Sebenarnya bunyi napas si Pasien sudah terdengar mengi kayak anak kucing mengiau lirih, tanpa stetoskoppun Dr. Posma Siahaan menempel di dadanya ia tahu. Jadi, untuk kasus seperti ini, kata Dr. Posma Siahaan, pasien tidak perlu membuka bajunya.

Sebenarnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh Rumah Sakit untuk mengindari (atau, meminimalisir paling tidak) supaya hal serupa tidak terjadi kembali. Karena biar bagaimana pun Rumah Sakit tidak memasangkan CCTV di ruang-ruang tertentu, seperti ruang operasi. Dr. Posma Siahaan menganjurkan pihak rumah sakit menugaskan dua orang dan salah satunya atau keduanya wanita bila si pasien wanita.

"Bila tidak ada petugas wanita yang tersedia, maka sebaiknya prosedur dijelaskan dengan baik dan keluarga boleh mendampingi kalau tidak ada hal-hal yang membahayakan, misalnya radiasi, kontaminasi infeksi dan lain sebagainya," tulis Dr. Posma Siahaan.

***

Yeremias Jena memaparkan sebuah studi tentang pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan. Tulisnya, dari 88 perempuan yang dilakuakam survei, 99 persen di antaranya pernah mengalami pelecehan seksual di jalan.

"Pelecehan itu termanifestasi secara beragam, dengan persentasi yang paling tinggi mulai dari melirik (leering), membunyikan klakson ketika melihat perempuan (honking), bersiul (whistling), lalu kemudian diikuti dengan melontarkan komentar seksi, bahasa tubuh yang vulgar, melontarkan komen-komen yang mengandung cabul secara eksplisit, dan mengeluarkan bunyi/suara seperti orang berciuman (kissing noises)," tulis Yeremias Jena.

Hasil penelitian tentang bagaimana perempuan mengalami pelecehan di jalanan.
Hasil penelitian tentang bagaimana perempuan mengalami pelecehan di jalanan.
Yang jelas, kata Yeremias Jena, kita tidak bisa langsung percaya begitu saja bahwa perilaku tidak terpuji itu dilakukan secara iseng, kebetulan, karena ada kesempatan, tidak bisa mengendalikan diri, dan sebagainya.

Bila mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP), idealnya memang ada pihak ketiga, dalam hal ini perawat, di antara ruang periksa di mana hanya ada dokter dan pasien. Namun, pada kenyataannya tidak. Seperti yang Dr. Sandra Suryadana ceritakan, penyebab utamanya adalah kekurangan tenaga perawat dan pasien datang sendirian.

Selalu ada ketidaknyamanan bagi Dr. Sandra Suryadana bila sedang memeriksa pasien laki-laki. Ia jadi ingat, semasa masih ko-as dulu, ada sejawat senior perempuan pernah diintip saat buang air kecil di toilet oleh seorang pasien poliklinik Rumah Sakit.

"Atau, perawat UGD yang dipegang bokongnya oleh pasien pria saat sedang dirawat lukanya. Ada juga asisten apoteker yang mendapat pelecehan seksual secara verbal saat sedang menjelaskan cara penggunaan salep antijamur," tulis Dr. Sandra Suryadana dalam artikelnya Tenaga Medis dan Pasien Sama-sama Rentan Menjadi Korban Pelecehan Seksual di Rumah Sakit.

Ini menyiratkan satu hal: bahwa pelecehan bisa diterima dan/atau dilakukan oleh siapa saja. Menurut Dr. Sandra Suryadana, sebenarnya tidak sedikit kejadian seperti ini terjadi. Hanya saja, ada landasan kemanusiaan berdasarkan sumpah profesi yang menaungi seluruh kegiatan medis. Selama pendidikan, katanya, kami diajarkan untuk menghormati manusia dan tubuhnya. 

Oleh karenanya, bagi semua pihak yang terlibat di sini; pemerintah, rumah sakit, dan organisasi perlindungan tenaga medis mesti memperkuat pengawasan. Paling tidak, saling-menghormati antar manusia bisa sedikit cukup mengurangi melakukan tindak pelecehan tersebut. Sebab perilaku menyimpang, setidaknya, bisa kita hentikan sejak dalam pikiran --dan untuk itu bisa mengurungkan tindak pelecehan.

(hay/yud)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun