Mohon tunggu...
Kompasiana Article
Kompasiana Article Mohon Tunggu... Seniman - kompasiana.article@gmail.com
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

www.kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Covid-19 dengan Kesehatan Mental Mahasiswa

28 Desember 2022   18:42 Diperbarui: 28 Desember 2022   18:59 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Naila Fairuz Salmaa

S1 Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Malang

Jl. Bendungan Sutami No. 188, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65415

Email : naila.salmaa91@gmail.com

World Health Organization (WHO) 2020 mendata bahwa saat ini Covid-19 merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Covid-19 juga mempengaruhi faktor sosial ekonomi sehingga dampaknya meluas pada seluruh masyarakat. Covid-19 menyebar melalui droplet kecil melalui hidung dan mulut saat seseorang  batuk atau sekadar menghembuskan napas. Tetesan ini mendarat di benda yang disentuh oleh orang lain, yang kemudian  menyentuh mata, hidung, atau mulutnya sendiri.

 Untuk menekan laju penularan Covid-19, Kementerian Kesehatan (KEMENKES) telah mengeluarkan imbauan Pembatasan Sosial Massal (PSBB). Tata cara tersebut bersifat persuasif pada semua orang untuk tinggal di rumah dan mengurangi kegiatan di luar rumah kecuali jika ada keperluan yang mendesak. Upaya pemerintah untuk tetap melanjutkan kegiatan belajar di masa pandemi seperti ini adalah dengan pembelajaran daring. 

Minimnya persiapan dari pemerintah, pendidik, orang tua, siswa, dan teknologi sarana prasarana membuat kegiatan belajar daring menjadi kurang menyenangkan. Selain itu, remaja sulit berinteraksi dengan lingkungan sosialnya karena adanya social distancing dan kegiatan belajar daring yang harus berdiam diri di rumah.

 Masa remaja merupakan tahapan yang banyak mengalami perubahan biologis, psikologis, dan sosial. Kelompok teman sebaya memainkan peran penting dalam identitas remaja. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi tumbuh kembang remaja dari segi psikososial, perkembangan emosi, dan kesehatan mental. Kesehatan mental remaja sama pentingnya dengan kesehatan fisik mereka.Gangguan mental pada anak berdampak signifikan pada aspek lain dari perkembangan anak dan remaja, seperti penyesuaian sekolah yang buruk, masalah konsentrasi, masalah kinerja dan hubungan sosial. Oleh karena itu, semua bidang pertumbuhan dan perkembangan kaum muda harus dianggap sama pentingnya dalam segala hal.

Pandemi Covid-19 telah menghadirkan generasi dengan tantangan terbesar di dunia saat ini. Pandemi ini memengaruhi kesehatan global, ekonomi global, kohesi sosial, dan aktivitas sehari-hari karena berubah dari tatap muka menjadi virtual. Pandemi ini disebabkan oleh virus corona, dan virus ini ditemukan pada manusia dan hewan. Kasus Covid-19 yang parah dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam dan, dalam beberapa kasus, kesulitan pernapasan, dan radiografi menunjukkan infiltrat pneumonia yang luas di kedua paru.

Angka kematian yang tinggi dan penyebaran infeksi yang mudah membuat pandemi ini menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Anak-anak dan remaja sangat rentan terhadap risiko stres jangka panjang selama pandemi ini dan kesehatan mental perlu mendapat perhatian khusus selama dan setelah pandemi. Depresi dan kecemasan adalah gangguan kejiwaan yang paling umum pada anak-anak dan remaja, dan gangguan ini dapat memiliki efek samping yang signifikan dan bahkan mengarah pada ide bunuh diri

Banyak remaja mengeluhkan tentang kesulitan berkonsentrasi saat belajar daring , hal ini adalah salah satu gejala dari beberapa gangguan kejiwaan seperti kecemasan. Aspek ketakutan terdiri dari perilaku, kognitif, dan emosional. Aspek perilaku terdiri dari perasaan gelisah, fisik terasa tegang, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung terkena cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, lari dari masalah, menghindar, hiperventilasi serta merasa sangat waspada. 

Aspek kognitif akan mempengaruhi beberapa hal seperti terganggunya perhatian, memburuknya konsentrasi, mudah lupa, berprasangka buruk atau salah menilai sesuatu, menurunnya kreativitas, kebingungan, terlalu waspada, hilangnya objektivitas, hilangnya kendali, takut akan visual, takut cedera, dan takut kematian, serta sering bermimpi buruk. Aspek efektif diantaranya adalah mudah marah dan merasa terganggu, selalu gelisah, mudah merasa bersalah, pemalu, menutup diri tegang, gugup, ketakutan, waspada, mudah cemas, dan mudah khawatir akan semua hal.

Pemerintah melakukan upaya pencegahan atau penanganan  untuk penyakit gangguan mental. Sebagai langkah pencegahan, pemerintah berupaya mengatasi dampak pandemi khususnya terhadap kesehatan jiwa, dengan menetapkan pedoman  kesehatan jiwa dan dukungan psikososial  pandemi COVID-19. Pedoman tersebut terkait dengan pedoman WHO dan dimaksudkan untuk membantu pemerintah daerah mengambil tindakan untuk mencegah dan mengobati kasus penyakit jiwa.

Selain itu, pemerintah bekerjasama dengan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) memberikan pelayanan pastoral untuk membantu masyarakat  mengatasi gangguan jiwa akibat pandemi. Layanan ini bertujuan untuk memberikan pendidikan publik, konseling publik, konseling psikiatri dini, dan pendampingan untuk mengatasi potensi masalah kesehatan  mental bagi mereka yang terkena dampak pandemi COVID-19.

Melibatkan masyarakat sebagai bagian dari aktor politik dalam upaya mengintervensi program kesehatan jiwa selama pandemi COVID-19 sangatlah penting. Untuk itu, Kementerian Kesehatan (KEMENKES) mencanangkan kebijakan kesehatan yang diluncurkan pada tahun 2018 dengan tujuan untuk memperkuat kesiapan sumber daya dan keterampilan serta kesiapsiagaan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana, dan kedaruratan kesehatan secara mandiri. 

Potensi program yang akan diadopsi berupa pengembangan daerah tertinggal menjadi desa tanggap COVID-19 dan pemukiman kembali daerah tertinggal serta pekerjaan desa padat karya. Upaya yang dilakukan dapat memperluas jangkauan layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan, terutama selama pandemi COVID-19. Pemerataan cakupan pelayanan kesehatan untuk seluruh jiwa akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam menghadapi pandemi  COVID-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun