Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Membenci Orang Kaya Bisa Jadi Miskin

1 Juli 2021   04:27 Diperbarui: 1 Juli 2021   04:37 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membenci Orang Kaya Bisa Jadi Miskin (bbc.com)

"Menjadi miskin itu memalukan, tapi orang kaya itu jahat." Bingung bukan?

Itu jika Anda tanpa sadar mengajar anak Anda untuk membenci orang kaya. Mungkin seseorang memiliki pengalaman buruk tentang status ekonomi. Seperti, pernah diperlakukan semena-mena oleh orang kaya.

Tapi, dengarkanlah kisah berikut ini;

Sebutkanlah namanya Heru. Ia adalah seorang pedagang sukses. Di usianya yang masih sangat muda, ia telah membuka toko kelontong yang ramai pengunjung.

Tidak puas dengan usahanya, Heru kemudian memutuskan untuk mengimpor barang dagangan dari Jepang.

Dengan kelihaiannya Heru mendapatkan akses dari seorang kawan Jepang yang menjadi sahabatnya.

Syahdan, Heru pun berangkat ke Jepang untuk mewujudkan keinginannya. Kerjaan di toko, ia serahkan kepada Herman, adik laki-lakinya.

Setelah merasa cukup, Heru kembali ke kampung halamannya untuk mengklaim keuntungan hasil dagangan. Tapi, hanya kekecewaan yang ia dapatkan.

Herman adiknya telah mendaftarkan toko atas nama dirinya, dan mengatakan bahwa Heru tidak punya hak sama sekali atas hasil usaha.

Heru jelas kecewa. Ia mengajak istri dan kedua anaknya untuk keluar dari rumah besar yang ia tempati bersama Herman.

Dengan sisa uang di kantong, Heru membeli sebuah rumah kecil di dalam lorong. Untuk menghidupi keluarganya, Heru menjual daun teh yang diramu. Keahlian yang ia dapatkan sewaktu merantau ke Jepang.

**

Keluarga kecil ini tinggal dalam kemiskinan. Hingga anak pertamanya merantau ke kota seberang. Sewaktu kejadian, si sulung cukup dewasa untuk memahami penderitaan ayahnya. Ia tumbuh menjadi orang yang membenci orang kaya.

Sementara si bungsu belum tahu apa-apa. Untungnya ibunya bukan orang pendendam. Meskipun Om Herman telah berlaku tidak adil, si bungsu masih bergaul dengan para sepupunya.

Si Bungsu termotivasi dengan segala kekayaan yang dimiliki oleh Om Herman. Ia bertekad ingin menjadi kaya. Ia tidak membenci Om Herman, Ia tidak membenci uang.

Di waktu senggang, si bungsu pergi ke toko sepupunya. Di sana ia membantu jaga toko dan belajar dagang. Ia mulai berteman dengan para pengusaha dan mempelajari bagaimana caranya mereka menjadi kaya.

**

Alhasil, si sulung hidupnya biasa-biasa saja di tanah rantau. Ia bekerja sebagai pegawai dan menjaga integritasnya. Tidak pernah tergoda dengan uang yang berlebihan.

Ia mengajarkan anak-anaknya agar tidak menjadi hamba uang. Baginya, uang itu relatif cukup, sementara kebahagiaan itu tak bisa dibeli dengan uang. Hidup biasa-biasa saja adalah anugrah.

Sementara si bungsu kini telah menjadi orang kaya. Sen demi sen telah ia kumpulkan sejak masih muda. Ia juga memperluas jaringannya di antara banyak pengusaha sukses.

Dengan berbekal modal pertemanan dan tekad, si bungsu bisa menjadi salah satu pengusaha sukses di kampung halamannya.

**

Tidak ada yang salah dengan si bungsu dan si sulung. Dua-duanya hidup berbahagia dengan perspektif berbeda.

Si sulung baik-baik saja. Ia tidak hidup dalam kesusahan, dan bahagia di rumah sederhananya. Sementara si bungsu juga hidup bahagia. Mampu menjadi orang kaya yang dirintis dari ketiadaannya.

Apapun pilihan Anda, tentunya kisah ini bisa menjadi pelajaran.

Si sulung membenci orang kaya. Itu yang mungkin membuatnya puas dengan hidup seadanya. Sementara si bungsu mengidolakan orang kaya. Ia pun akhirnya menjadi salah satunya.

Kisah ini membuktikan hasil penelitian dari Farnoosh Torabi, seorang pakar keuangan ternama dan Brad Klontz, seorang ahli psikolog keuangan.

Menurut mereka, jika seorang tidak suka dengan orang kaya, maka itu akan mengecilkan kesempatannya menjadi kaya.

Artinya, jika seseorang menganggap bahwa orang kaya itu jahat, maka ia sedang menciptakan dirinya agar tidak menjadi seperti itu. 

Sikap seperti ini tanpa disadari akan berubah menjadi virus yang membatasi kemampuan seseorang untuk mengumpulkan kekayaan.

**

Kisah Heru dan Herman adalah kenyataan sehari-hari. Orang kaya mungkin bisa semena-mena, tapi janganlah digenarilisir.

Orangtua yang pernah mendapatkan pengalaman buruk, tentu tidak mudah untuk melupakannya.

Sayangnya, mereka kemudian tidak menyadari bahwa hasrat untuk membenci orang kaya telah ia tanamkan kepada anak-anaknya sejak kecil.

Padahal, ia lupa jika anak-anaknya masih memiliki kesempatan besar dalam kehidupan. Menanamkan sikap untuk membenci orang kaya, akan membuat mereka menolak kaya.

"Saat Anda mengasosiasikan uang dengan sifat buruk, kemungkinan Anda tidak akan jadi kaya raya. Ongkos psikologinya terlalu tinggi," seperti yang diutarakan oleh Brad Klontz.

Bagi yang sudah terjebak dengan pikiran seperti ini, mulailah memindai pengalamanmu. Apakah Anda benci dengan orang kaya? Apakah anda benci dengan uang?

Periksalah dengan seksama, jangan sampai virus ini telah menghalangi dirimu untuk menjadi kaya. Cara pandang yang lebih seimbang bisa membantu memperbaiki kesehatan keuangan Anda.

Catatan: Kisah Heru dan Herman (nama samaran) adalah kisah nyata berdasarkan cerita seorang keluarga dari penulis.

Referensi: 1 2 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun