Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kompleksitas Permintaan dan Persediaan, Dilema Telur dan Ayam di Indonesia

12 Desember 2020   19:17 Diperbarui: 12 Desember 2020   19:22 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dilema Telur dan Ayam (sumber: international.kompas.com)

Fluktuasi harga ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Memiliki pengaruh yang besar terhadap berkurangnya konsumsi dan juga keengganan para produsen menyediakan barang di pasar.

Permasalahan Bahan Baku Impor

Ketidakstabilan suplai pakan menjadi awal mula dari permasalahan harga produksi. Meskipun Indonesia sudah berada pada tahap swasembada daging ayam dan telur, namun ketergantungan kepada bahan impor dalam proses pembibitan ayam masih sangat tinggi.

Fluktuasi nilai tukar mata uang turut memberikan andil kepada ketidakstabilan harga bibit, bahan baku, hingga pakan ternak. Belum lagi regulasi tata cara ekspor dari pemerintah yang kadang terkesan berubah-rubah, kadang membuat industri pembibitan ayam menjadi rentan terhadap harga produksi yang tinggi.

Permainan Spekulan

Hal ini diperparah dengan adanya campur tangan yang tak terlihat dari para spekulan yang memanfaatkan peluang saat harga ayam dan telur sedang mahal-mahalnya.

Meskipun pelaku industri ayam hanya dua jenis saja, namun ada juga jenis pelaku ketiga yaitu pedagang perantara (broker) yang lebih mendominasi harga tanpa harus beternak.

Terpuruknya peternak terjadi karena adanya mekanisme pasar yang tidak menentu. Di saat terjadi kelebihan persediaan ayam hidup (live stock), harga dengan mudah dimainkan oleh pemain besar.


Persoalannya berawal dari kesalahan pemerintah menghitung kebutuhan sumber bibit yang berimbas pada alokasi konsesi impor sumber bibit. Perusahaan yang mendapatkan kuota di luar batas kemampuan akan mampu memproduksi lebih.

Saat terjadi over produksi, perusahaan pembibitan pun enggan memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah, untuk mengafkir dini stok yang berlebihan. Akhirnya terjadilah over supply yang membuat pasar dibanjiri oleh live stock.  

Jika tak segera dijual, maka kebutuhan pakan akan terus meningkat dan menimbulkan kerugian. Mau tidak mau, para peternak harus melepas ayam hidupnya di kandang dengan harga jauh dibawah pokok produksi. Sayangnya, kenyataan di pasar, para spekulan masih mampu menjual ayam tersebut dengan harga pasar yang cukup menguntungkan.

Problema Telur Infertil

Kelebihan suplai juga tidak hanya berpengaruh terhadap harga ayam. Telur pun juga mengalami hal yang sama. Adalah telur ayam infertil atau HE (Hatched Egg) di kalangan peternak. Telur HE adalah produk tak terpakai, merupakan telur yang tidak menetas atau tidak ditetaskan dengan alasan biaya.

Telur HE berwarna lebih putih dibandingkan telur ayam negeri. Sekilas bentuk dan rasa mirip dengan telur normal, dan tak ada perbedaan rasa ketika sudah dimasak atau dikonsumsi.Walaupun demikian, telur HE lebih cepat membusuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun