Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kompleksitas Permintaan dan Persediaan, Dilema Telur dan Ayam di Indonesia

12 Desember 2020   19:17 Diperbarui: 12 Desember 2020   19:22 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dilema Telur dan Ayam (sumber: international.kompas.com)

Meskipun Indonesia tidak termasuk dalam 10 besar negara dengan penganut Vegetarinisme dan Veganisme, namun menurut CNN Indonesia, diet vegan menjadi paling populer di dunia maya.

Brandwatch, perusahaan intelijen konsumen digital yang berkantor pusat di Brighton, Inggris, berhasil mengevaluasi profil Influencer dan mendapatkan hasil bahwa diet vegan yang mengacu kepada keseluruhan gaya hidup menjadi yang teratas dalam cuitan di media sosial.

Pandemi Covid-19 yang menimbulkan kampanye pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan yang dapat meningkatkan imun tubuh, turut menjadi andil dalam turunya konsumsi daging secara umum. Belum lagi isu tambahan bahwa Covid-19 berasal dari kebiasaan memakan makanan dari hewan liar yang akhirnya juga berimbas kepada makanan ternak lainnya.

Kompleksitas Persediaan Ayam dan Telur

Produksi ayam di Indonesia per September 2019 mencapai 3,7 milliar ekor dengan kenaikan rata-rata 5% per tahun. Dengan hasil ini Indonesia menjadi negara kedua terbesar penghasil ayam di Asia Tenggara, bahkan termasuk 10 besar di Asia.  

Dari kenyataan ini, industri perunggasan Indonesia sangat prospektif. Kapitalisasi produksi dan perdagangan ayam ras dan telur mulai dari hulu ke hilir mencapai angka 500 triliun. Demikian pula di lantai bursa, harga saham perusahaan-perusahaan berbasis peternakan ayam masih kinclong.

Namun sayangnya kondisi ini tidak merefleksikan kenyataan nyata bisnis peternakan ayam. Dengan fakta bahwa kerap kali harga ayam hidup harus melorot di bawah harga pokok produksi, banyak peternak yang terancam berguguran.


Harga yang terus turun menimbulkan kenyataan pahit lainnya. Kerugian yang dialami terus menerus membuat modal habis terkuras, utang tidak terbayarkan, dan biaya pekerja menjadi beban yang tak terelakkan.

Peta bisnis ayam dan telur di Indonesia terbagi atas dua jenis, yaitu perusahaan besar yang terintegrasi memproduksi bibit sampai budi daya, dan peternak mandiri yang tidak berafiliasi dengan perusahaan terintegrasi.

Peternak yang terintegrasi mungkin masih bisa terselamatkan dengan kekuatan finansial yang mumpuni, namun peternak mandiri yang menggunakan modal kecil akan terasa sangat sulit membayar hutang di bank.  

Asal Muasal Permasalahan

Salah satu masalah bahan pangan yang paling klasik di Indonesia adalah fluktuasi harga, tanpa terkecuali daging ayam dan telur. Menjelang hari raya, harga telur dan daging ayam akan naik meroket.

Sebaliknya pada bulan lainnya, harga bisa saja turun melandai di bawah harga produksi, bahkan harga minimum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun