Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Studi Membuktikan, 1 dari 4 Pria Pernah Terlibat Kasus Perkosaan

25 Juli 2020   16:01 Diperbarui: 25 Juli 2020   15:50 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi (sumber; nationalheraldindia.com)

Kejadian putusan perkara perkosaan di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara pada tahun 2007, yang membebaskan pelaku adalah contoh Toxic Masculinity yang salah kaprah.

Korban adalah seorang wanita usia 25 tahun yang diperkosa bergilir oleh beberapa lelaki setelah terlihat mabuk di pantai. Sang korban tidak saja mendapatkan keputusan yang tidak adil, namun ia juga harus menerima pelecehan dari hakim yang menyebutnya sebagai "wanita nakal" hanya karena ia sudah tidak perawan lagi.

Pun hal yang sama sering juga terjadi dalam proses penyidikan terhadap korban perkosaan. Para penyidik, seringkali melontarkan pertanyaan-pertanyaan konyol, seperti, "Apakah anda menikmati hubungan seksual tersebut?" atau "Apakah anda pernah berhubungan seks dengan lelaki lain sebelumnya?"

Meskipun hal ini juga merupakan standar berita acara, namun kondisi psikologis korban sama sekali tidak dipertimbangkan. Dengan demikian, para pekerja seks komersial yang mengalami kekerasan seksual, seringkali tidak menjadi alibi, karena dianggap sebagai bagian dari pekerjaannya.

Memerkosa untuk Menghukum Korban.

Sejarah mencatat bahwa salah satu strategi perang untuk menghukum pihak lawan adalah dengan memerkosa wanita musuh. Hal ini masih marak terjadi di awal abad ke-20, meskipun perjanjian Jenewa akhirnya memutuskan bahwa tindakan ini dianggap sebagai salah satu dari kejahatan perang.

Namun, kejadian di Pakistan sepertinya masih mengadopsi cara ini untuk menghukum warganya. Pada bulan Juli 2017, sebuah dewan desa di Pakistan memperbolehkan warganya yang bernama Mohammad Ashfag memerkosa perempuan berusia 16 tahun, setelah saudara laki-lakinya dituduh memerkosa adik perempuan Ashfag.

Dalam kehidupan sehari-hari, pelaku bisa juga melakukan pemerkosaan dengan motif balas dendam ini. Seperti yang dialami oleh Calla Halles, seorang wanita yang tinggal di Charlotte, North Carolina, AS. Ia mengaku diperkosa oleh teman kencannya, karena sang lelaki tidak menyukai pekerjaan Calla.

Di awal kencannya, ia tidak merasa ada yang salah, namun begitu si pelaku mengetahui bahwa dirinya bekerja di klinik aborsi, ia mulai menunjukkan peringai yang aneh. Sebagai puncaknya, ia pun memerkosa Calla.

"Dia mengatakan bahwa saya sudah sepantasnya menerima perlakuan tersebut. Bagaimana mungkin kamu bisa hidup dengan profesi yang digeluti, sepatutnya kamu menyesali pilihanmu, dan kamu imoral, kamu pembunuh, begitu ucapnya. Selain itu, dia juga bilang bahwa perbuatannya tidak lebih tercela daripada apa yang saya buat terhadap perempuan-perempuan pasien klinik aborsi. Katanya, dia akan membuat saya mengingatnya," aku Hales.

Kisah pemerkosaan akibat balas dendam, memberikan julukan sexually sadistic rapist bagi pelakunya. Dalam menjalankan aksinya, pelaku menunjukkan kuasa dan kontrolnya terhadap sang korban, atau karena kebencian terhadap korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun