Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Filosofi Bucin sebagai Tren Zaman

12 November 2019   17:37 Diperbarui: 17 Juni 2020   16:04 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
medium.com/@opankarangora

Kemudian dengan mereka yang menatap impian, mencoba mengais-ngais karya dari J-Rock dengan music yang menghentak untuk meraih mimpi.

Tidak disadari juga sebagai budaya masa itu oleh milenila bahwa; mereka "milenial" mengikatkan diri pada wadah "fans" dimana Grup Band yang menjadi representasi perasaannya; itulah yang menjadi identitas dalam pergaulannya.

Pada masa itu semua bertanya, Grup Band apa yang menjadi karya-karya favoritnya? Tentu grup band tersebut yang membawa diri dan perasaan mereka sebagai yang; entah itu sedang patah hati, bahagia, bahkan yang sedang mengejar mimpinya.

Dan saya membayangkan, mungkin yang menjadi kenangan akan karya-karya lagu dari musik sendiri saat ini, mencerminkan sebuah tren pada zamannya, akan menjadi sebuah ingatan masa lalu oleh Generasi Z dimasa depan. Dan karya dari lagu tersebut adalah lagu-lagu yang menjadi tren masa kini "2019".

Nantinya Generasi Z ketika mendengar lagu "aku mundur alon-alon atau kartonyono ninggal janji" ia teringat masa lalunya; praktis jika ingatan mereka atau karya dari lagu-lagu saat ini mencirikan narasi patah hati, tentu mereka "Genersi Z" merupakan generasi yang mengingat patah hati.

Bucin berakar dari ingatan "romansa" masa lalu milenial

Berangkat dari ingatan, mungkin apa yang terjadi sebagai sebuah wacana ingatan saat ini bagi milenial adalah perkara romansa cinta yang terbangun dimasa lalu, yang saat ini sulit untuk diwujudkan sebagai tujuan dari merawat ingatan itu sendiri. 

Di mana ia sudah bukan lagi pemain cinta yang percaya diri, karena bagi milenial kini, bermain cinta tanpa kerelaan waktu, biaya, dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasinya akan menjadi cinta yang hambar; mungkin salah satu contoh dari cinta kaum milenial kini adalah menjadi pernikahan itu sendiri.

Dan tentang yang banyak manusia sana anggap sebagai "Bucin", merupakan produk masa lalu yang harus tetap ada disaat masa lalu sebagai ukuran yang dibutuhkan oleh generasi milenial saat ini.

Jelas. untuk tetap merasakan romansa bahagia, patah hati, dan mimpi-mimpi akan keabadian diri dalam memandang cintanya karena masih riskan dengan pernikahan.

Bucin atau budak cinta sepertinya memang bukan stigma yang buruk. Pada dasarnya semua orang berpotensi menjadi budak dikala manusia itu butuh sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun