Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Filosofi Bucin sebagai Tren Zaman

12 November 2019   17:37 Diperbarui: 17 Juni 2020   16:04 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
medium.com/@opankarangora

"Bucin atau budak cinta sepertinya memang bukan stigma yang buruk. Pada dasarnya semua orang berpotensi menjadi budak dikala manusia butuh sesuatu."

Permainan dalam kosa kata seperti telah menjadi hal yang lumrah dalam memandang pergaulan masa kini. Setiap jaman pasti akan menciptakan suatu narasi yang; "kita "manusia" seperti dituntut untuk menelanjangi diri, di mana apa yang dibutuhkan dalam menjalani hidup seyogianya hanyalah untuk sebuah candaan, tentu agar keinginan kita menjadi kabur, dan tidak memperkeruh perkara-perkara apa yang harus dibutuhkan dalam menjadi manusia termasuk memandang cinta itu sendiri.

Mungkin akan menjadi aneh ketika manusia tidak menyadari sebuah kata "Tren" di abad 21 ini. Memang tidak semua manusia dapat di seragamkan bahwa; mereka "manusia abad ke-21" hidup harus mengikuti trend, namun disini yang harus disadari: "tidak semua orang hidup bersama dengan "Tren".

Seperti yang banyak terlihat sekarang. Tren sendiri bukan berarti hanya isu yang diperbicangkan orang secara berlebihan.

Barang dan bahasa juga termasuk dalam "Tren" di dalamnya yang hangat juga untuk diperbincangkan, yang terkadang tidak disadari tetapi hal tersebut merupakan identitas budaya baru menjadi pijakan manusia untuk menanggapi suatu feonomena diri bersama dengan jamannya.

Namun tentang budaya yang terbangun itu, sebenarnya sudah lama ada, hanya saja tidak disadari dan belum sempat ternamai sebagai simbol itu sendiri.

Perkara menjadi anak muda dan berbudaya, bukan saja ia harus merubah segala sesuatunya sebagai identitas dari jamannya, tetapi juga sebagai titik pijak, dimana akan ada sesuatu yang mengingatkan dari hidup manusia ketika kita membangun budaya "Tren" dalam menjalani hidup ini.

Yang mungikin kini menjadi ingatan kolektif para generasi milenial disana. Tren akan Grup Band dan karya-karyanya di tahun 2010-an kebelakang yang mereka banyak menyinggung kata cinta didalammnya. Waktu itu generasi mereka "milenial" berada didalam gelora anak muda yang mencirikan sebagai "pemain cinta".

Dan, hiburan dari apa yang disebut patah hati, bahagia atas nama cinta, dan kenangan-kenangan pengalaman dari menjalani cinta itu seperti termanifestasikan dari karya-karya berupa lagu dari Grup Band pada masanya.

Saya kira milenial yang patah hati mengenal baik lagu Vagetoz, atau dengan mereka yang menginginkan indah dan bahagianya "cinta" akan terus-menerus mendengarakan lagu dari Grup Band Naff.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun