Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi Tetaplah Korupsi Meski Hanya 100 Rupiah

10 Desember 2021   14:10 Diperbarui: 15 Desember 2021   21:50 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski hanya 100 rupiah, korupsi akan menanggung konsekuensi, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Pengalaman bekas kepala sekolah saya, yang pernah dibui, bisa menjadi pelajaran bagi kita bahwa korupsi tetaplah korupsi kendati hanya satu keping koin.

Pengalaman adalah sebaik-baiknya guru. Begitu adagium yang acap kali diucapkan banyak orang. Sementara golongan yang bijak menegaskan bahwa belajar sebatas dari pengalaman pribadi saja tidak cukup. Hendaknya setiap orang juga perlu untuk belajar dari pengalaman orang lain, agar kita tak mengalami kegagalan yang sama.

Sayangnya, pepatah itu masih saja kerap diabaikan oleh sebagian besar orang saat menjalani kegiatan sehari-hari. Bisa jadi kasus korupsi yang sempat menyeret eks kepala sekolah saya dulu menjadi sebuah potret kegagalan dalam mengais hikmah dari pengalaman (buruk) orang lain.

Sebelum kasusnya mulai terkuak, sudah ada banyak skandal korupsi yang pernah menjerat nama pejabat Indonesia, mulai dari yang di level teri sampai level kakap. Banyak di antaranya yang sudah divonis penjara. Akan tetapi, hal itu tak semerta-merta membuat pejabat lainnya merasa  jera untuk mencicipi uang haram (KKN).

Tidak ada yang menyangka, sosok yang saya anggap sudah berjasa dan memiliki dedikasi tinggi dalam dunia pendidikan, nyatanya masih bisa terbuai melakukan praktik maling. Ia mengabaikan seluruh norma sosial, agama, serta hukum yang dulu pernah ia ajarkan sendiri di bangku sekolah–demi memperkaya diri sendiri.

Bekas kepala sekolah saya, Ebin (bukan nama sebenarnya), terbukti melakukan korupsi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) pada tahun 2018 silam. Ketika skandal itu pertama kali mencuat, saya sudah lama lulus dari bangku SMA yang pernah dipimpinnya.

Praktik korupsi dana BOS yang menjerat mantan kepala sekolah saya ini terbilang cukup rapi dan terencana. Ia memotong dana BOS kala dirinya menjabat sebagai Kepala Bidang Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan (PEP) pada Dinas Pendidikan di salah satu daerah di Jawa Timur.

Dari pernyataan aparat yang menangani skandal korupsi ini, ditemukan dua cara culas yang dilakukan oleh Pak Ebin kala melancarkan aksinya.

Pertama. Meminta jatah uang setiap kali ada pencairan dana BOS–dua kali dalam setahun per UPT dengan nilai bervariasi. Hal itu terungkap dari keterangan saksi-saksi yang diperiksa penyidik. Usai dana BOS cair dan masuk ke rekening sekolah, ada aturan tak tertulis untuk menyetor amplop kepadanya sebagai "uang lelah".

Kedua. Meminta jatah senilai Rp100 per siswa penerima dana BOS. Aturan itu ia berlakukan di seluruh SD dalam lingkup penugasannya selama kurun waktu lima tahun, dari tahun 2012 hingga 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun