Yap tidak pernah melihat siapa klien yang dibela, tapi apa kasus yang akan dikerjakan. Hampir semua perkara yang ditangani sarat dengan isu hak asasi manusia. Tidak pernah takut berhadapan dengan kekuasaan, walau risikonya ditahan dan dipenjara.
Yap membuktikan "Nasionalisme seseorang tak dapat dikaitkan dengan nama yang disandang".Â
Ketika membela Soebandrio mantan Perdana Menteri era Soekarno, meski mendapat cemooh banyak orang, dan karena legal mind nya yang sangat baik, telah membuat hakim di pengadilan militer bingung dan kesal.
Pada peristiwa Malari 1974, dengan teguh memposisikan diri sebagai pembela para aktivis, hingga ditahan tanpa proses peradilan yang layak. Yap dianggap telah menghasut para mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran.
Bahkan ketika terjadi peristiwa kerusuhan Tanjung Priok September 1984, juga maju ke depan membela para tersangka. Tipikalnya melakukan kritik dan melawan penguasa, semata untuk keadilan hukum dan HAM.
Sikap dan tindakan penuh resiko harus diambil, agar pengalaman pahit yang pernah dilihat dan dialami soal feodalieme dan ketidakadilan penguasa masa pra-kemerdekaan, tidak boleh terulang kembali saat negara sudah merdeka.
Sebagai sosok "Pembela Segala Umat", ketokohannya akan abadi dan terus menjadi cerminan para advokat, karena hukum harus ditegakkan sebaik-baiknya serta sehormat-hormatnya, demi kebenaran, bukan kemenangan.
Yap merupakan segelintir orang yang bisa jadi pelita di tengah kacau balau semesta hukum Indonesia. "Sebagai sosok pendekar hukum", Yap telah membebaskan diri soal diskriminatif, minoritas dan nilai-nilai SARA, meski harus mengorbankan diri sebagai tumbal politik para penguasa rezim Orde Baru.
Penulis: Khusnul Zaini, SH. MM. Â
Advokat dan Aktivis Lingkungan Hidup
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI