OLEH: Khoeri Abdul Muid
Asta dan Cakra adalah saudara kembar yang terkenal di seluruh desa. Namun, alih-alih akur, mereka selalu bersaing dan berdebat. Asta bangga dengan dua tangannya yang kuat, selalu mengandalkan tenaga untuk menyelesaikan masalah. Sementara itu, Cakra lebih mengandalkan dua mata (netra) yang tajam dan otaknya untuk merencanakan sesuatu.
Suatu hari, desa mereka dilanda kekeringan. Sumur-sumur mengering, dan ladang-ladang mulai retak. Kepala desa meminta bantuan, "Siapa yang bisa menemukan sumber mata air baru? Kita butuh air untuk hidup."
Asta segera maju. Dengan dua tangannya, ia mulai menggali tanah. Ia menggali dengan semangat, mengabaikan letih yang terasa di bahu dan kakinya. Namun, setelah berhari-hari, ia hanya menemukan batu dan pasir. Tenaganya habis, ia tak menemukan apapun.
Cakra mendekati saudaranya. "Berhenti, Kak. Kamu tidak bisa melakukan ini sendirian. Kita harus nembah (bersatu) dan bekerja bersama."
Asta menolak dengan angkuh. "Aku tidak butuh bantuanmu. Kekuatan dua tanganku lebih dari cukup!"
Namun, Cakra tak menyerah. Ia menggunakan sepasang matanya yang tajam untuk memandang (myat) dan mengamati peta desa. Ia melihat pola sungai-sungai lama dan formasi batu-batuan. Ia juga menggunakan sepasang telinganya (karna) untuk mendengarkan cerita para tetua tentang tempat-tempat mistis. Setelah berjam-jam, ia menunjuk ke sebuah tebing yang tampak biasa saja.
"Di sana, Kak," kata Cakra. "Di balik tebing ini, ada dua pohon kembar yang tumbuh. Pohon itu adalah petunjuk."
Asta skeptis, tapi melihat saudaranya begitu yakin, ia mengalah. Keduanya bekerja sama. Asta menggunakan dua tangannya yang kuat untuk memecah tebing, sementara Cakra memandu arah. Perlahan tapi pasti, mereka mulai melihat tanda-tanda air.
Akhirnya, mereka menemukan sebuah mata air yang tersembunyi. Airnya jernih dan melimpah. Mata air itu mengalirkan kehidupan baru bagi seluruh desa.
Mereka berdua duduk di samping mata air, saling memandang. "Ternyata, kekuatan sepasang tangan tidak ada artinya tanpa sepasang mata yang jeli," kata Asta dengan rendah hati.
Cakra tersenyum. "Dan rencana yang hebat tidak bisa berhasil tanpa dua tangan yang mau bekerja keras. Kita adalah dua yang menjadi satu."
Mulai saat itu, Asta dan Cakra tidak lagi bersaing. Mereka memahami bahwa kekuatan sejati ada pada persatuan. Mereka adalah dua sisi mata uang yang sama, saling melengkapi. Desa mereka pun kembali makmur, berkat kerja sama sepasang saudara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI