Berita hari ini mencekik dada, saat tuan panutan kami bersandiwara.
Di tengah wabah kami berjuang, engkau ubah undang-undang sesuka.
Kami tak berdaya, hanya jadi angka dalam daftar mati negara.
Saudara kami dibungkam, lidahnya diracuni narasi semu belaka.
Kami yang proletar hanya bisa marah dalam diam yang panjang.
Bersuara dituduh radikal, dijeruji karena kebenaran yang lantang.
Engkau buru kami seperti musuh negara, tanpa ampun dan terang.
Padahal keadilan kini rongsok, demokrasi hanya bayang-bayang.
Politik jadi panggung lakon demi kepentingan kelompok sendiri.
Hukum dijadikan senjata tikam, kami tak punya ruang membantah lagi.
Sekolah jadi ruang takut, bukan tempat berpikir bebas dan mandiri.
Darwin bilang kami hewan berpikir, tapi engkau matikan logika ini.
Para sarjana terlunta cari kerja, keadilan makin tak punya makna.
Pengangguran dicap beban, dibuang seperti sampah di sudut negara.
Kau sebut kami radikal saat bicara perih nasib dan luka.
Tuan... Bukankah mati itu meninggalkan nama? Tapi engkau hidup bak tuhan semata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI