Begitu juga dengan persoalan stunting di Indonesia terjadi akibat dari kesenjangan sarana-prasarana pelayanan kesehatan. Masih banyak desa di Indonesia yang belum memiliki Posyandu atau Polides sebagai bentuk pelayanan kesehatan masyarakat di desa, apalagi di Indonesia bagian timur, seperti di Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, kurangnya tenaga kesehatan masyarakat menjadi persoalan pelik yang hingga kini masih menjadi perhatian.
Ketika sarana dan prasarana kesehatan tidak menjangkau masyarakat, mereka dihadapkan dengan pilihan tunggal, yakni pergi ke fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah. Mereka pasti enggan, bukan karena malas, tetapi terkendala biaya untuk mengunjungi fasilitas kesehatan tersebut.
Agar dapat menekan angka stunting, diperlukan penyediaan unsur -- unsur yang dijelaskan pada uraian sebelumnya. Pemerintah harus memberikan pemeriksaan kesehatan rutin berkala agar mengetahui kondisi anak -- anak di pelosok -- pelosok daerah. Selain itu, berikan kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa penyuluhan pola hidup sehat dan memberikan pemahaman tentang bahan makanan yang mengandung gizi tinggi. Kontinuitas pemberdayaan masyarakat sangat utama dalam hal tersebut, juga rasa kepedulian tenaga medis untuk bersungguh -- sungguh melakukan yang terbaik bagi kemanusiaan, bukan karena formalitas sebagai abdi negara.
Pengaruh Lingkungan dan Sosial -- EkonomiÂ
Berdasarkan uraian sebelumnya, persoalan rendahnya pendidikan tentang pola makan anak dan buruknya pola asuh memang menjadi dua dari banyaknya problematika stunting yang ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Perlu diketahui persoalan hulunya yang mengakibatkan kesadaran seorang ibu rendah dalam hal pola makan dan asuh terhadap dirinya dan anaknya. Tidak serta merta yang menjadi problem ada dalam diri si ibu dan bahkan si anak yang menyebabkan stunting terjadi, seperti pendidikan yang rendah. Faktanya lingkungan dan kondisi sosial-ekonomi mereka juga sangat mempengaruhi kualitas kesehatan di dalam masyarakat.
Di beberapa wilayah Indonesia bagian timur, salah satunya di Nusa Tenggara Timur, di mana persoalan stunting juga diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung mereka untuk melakukan pola hidup bersih, seperti sulitnya mencari air bersih untuk keperluan minum, masak, mencuci, mandi dan lainnya.
 Bahkan di Desa Wura Homba, ditemukan fakta, bahwa masyarakat memperoleh air dengan membeli dari pihak yang menjual air di tangki di mana sumber airnya diperoleh dari sungai dan tidak difilterisasi. Sementara itu, masyarakat tidak melakukan kegiatan MCK dengan teratur, bahkan masyarakat, khususnya anak -- anak mandi hanya dua hingga tiga kali dalam seminggu dan buang air besar di kebun atau di hutan karena kurangnya pasokan air bersih serta sarana dan prasarana MCK yang memadai.
Selain itu, persoalan sosial-ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap rendahnya pola makan dan asuh. Sebagai contoh, masyarakat di Desa Wura Homba sangat kesulitan dalam bercocok tanam karena tanah di sana tandus, sehingga perlu banyak pasokan air untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Di sana memang kegiatan pertanian dan perkebunan masih subsisten atau hanya memenuhi kebutuhan sehari -- hari saja.Â
Wawasan mereka tentang varietas tanaman pangan yang bernilai gizi baik juga sangat rendah, mereka terpaku hanya pada tanaman yang sudah sejak lama ditanam oleh leluhur mereka, seperti jagung yang kemudian biasa mereka manfaatkan sebagai nasi jagung. Menanam jagungpun tidak dapat diandalkan karena pengaruh lingkungan yang membuat mereka tidak dapat menanam dan memanen dengan optimal. Akhirnya mereka harus menjual beberapa hasil panen dan terkadang ternak (babi, kambing) seadanya untuk membeli beras sebagai keperluan dasar sehari -- hari dalam keluarga, terkadang yang parah mereka tidak ada untuk makan.
Kesimpulan
Stunting merupakan persoalan multidimensi dan perlu adanya tindakan yang khusus dari pemerintah. Harusnya persoalan stunting tidak terjadi apabila kegiatan pembangunan benar -- benar dan bersungguh -- sungguh menyelesaikan persoalan di masyarakat. Hal tersebut menjadikan dilema sekaligus paradoks pembangunan, karena tidak mampu membenahi persoalan dasar masyarakat, yakni pendidikan dan kesehatan.