Mohon tunggu...
Khalid Walid Djamaludin
Khalid Walid Djamaludin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Social Researcher

My name is Khalid Walid Djamaludin. I am an Independent Social Researcher from PRODES Institute Indonesia. my research interests are Economic Anthropology, Political Economy, Corruption Studies, and Social Empowerment.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Stunting: Sebuah Paradoks Pembangunan

24 Januari 2021   16:33 Diperbarui: 24 Januari 2021   17:12 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Latar Belakang

Fenomena stunting di Indonesia seolah menjadi kutukan bagi masa depan anak. Mereka mengalami gagal tumbuh yang mengakibatkan kondisi yang tidak normal, baik fisik maupun kemampuan berfikir (kognitif), bahkan dapat menyebabkan kematian. Stunting sangat berkaitan dengan persoalan malnutrisi kronis yang diakibatkan oleh banyak aspek.

 Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2019, angka prevalensi stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen (8,37 juta anak) (www.beritasatu.com). Angka tersebut melebihi batas yang dianjurkan organisasi kesehatan dunia (WHO), yakni 20 persen. Meskipun klaim pemerintah saat ini, bahwa angka stunting akan mengalami penurunan menjadi sebesar 14 persen di tahun 2024, tetapi fakta di lapangan masih menunjukan tingkat keparahan akut, sehingga penyelesaiannya membutuhkan keseriusan dan kerja keras semua pihak, serta tidak dapat disimplifikasi, khususnya kasus stunting yang melanda Indonesia bagian timur.

Asal usul persoalan malnutrisi di Indonesia bagian timur sangatlah kompleks. Mulai dari persoalan pola asuh orang tua, pola makan tidak sehat, kemiskinan, kurangnya infrastruktur dan pelayanan kesehatan yang memadai, sulitnya mendapatkan akses air bersih, dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam segala aspek, khususnya dalam aspek pendidikan dan kesehatan.

Hak pemenuhan dasar manusia, seperti hak untuk pendidikan dan kesehatan tidak kunjung terselesaikan. Karena persoalan itulah kasus stunting di Indonesia bagian timur menjadi tinggi dan sulit terselesaikan. Hal tersebut menjadi paradoks pembangunan yang seharusnya menyelesaikan masalah -- masalah bangsa, tetapi dibiarkan dan berimbas jangka panjang, bahkan luput dijadikan prioritas kebijakan pemerintah, sehingga menjadikan kutukan masa depan dan tidak dapat terhindarkan.

Stunting di Indonesia Bagian Timur

Angka stunting di Indonesia bagian timur merupakan yang tertinggi, dibanding dengan wilayah lainnya. Anak -- anak di sana banyak yang menderita gagal tumbuh akibat masalah gizi kronis. Padahal di Indonesia bagian timur merupakan wilayah yang sangat melimpah dalam urusan sumber daya alam, bahkan laut di sana memiliki ikan yang sangat melimpah. Itulah gambaran di mana wilayah yang kaya dengan sumber daya alam tetapi masyarakatnya masih hidup dalam kemiskinan akut yang membuat anak -- anak sulit memenuhi asupan gizi yang sehat, sehingga mereka gagal tumbuh atau menderita stunting yang di kemudian  hari merenggut masa depan mereka.

Data menunjukan angka stunting di beberapa wilayah Indonesia bagian timur sangat tinggi. Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2017, di Nusa Tenggara Barat (NTB) terdapat 178.015 anak dari enam kabupaten dan di Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat 198.016 anak dari 13 kabupaten, serta di Bali terdapat 16.189 anak dari satu kabupaten. Sementara itu, di Sulawesi Barat terdapat 54.277 anak dari tiga kabupaten. Di Maluku terdapat 28.170 anak dari dua kabupaten dan di Maluku Utara terdapat 13.083 anak dari satu kabupaten. Selanjutnya, di Papua Barat terdapat 4.112 anak dari dua kabupaten dan di Papua terdapat 39.659 anak dari enam kabupaten.

Nusa Tenggara Timur menjadi daerah yang tertinggi dalam kasus stunting. Tercermin di setiap desa di sana terdapat sekitar 60 persen lebih anak -- anak terkategorisasi stunting atau gagal tumbuh. Mereka mengalami gizi buruk dikarenakan banyak sebab, pertama kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pola makan yang sehat dan pola asuh yang baik bagi anak, iklim yang kering membuat mereka kesulitan untuk bercocok tanaman pangan dan sering mengalami gagal panen, kurangnya sumber air bersih untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK) dan kebutuhan pertanian, perkebunan serta perternakan. 

Kesulitan anak -- anak mengakses pendidikan karena kurangnya sarana dan prasarana pendidikan mulai dari bangunan sekolah dan juga tenaga pendidik menjadi persoalan pelik jangka panjang, padahal pendidikan perlu untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tercipta masyarakat yang sadar akan kesehatan. Sementara itu, kurangnya infrastruktur (sarana-prasarana) pelayanan kesehatan (Posyandu atau Polides) juga membuat jumlah anak -- anak yang mengalami kekurangan gizi semakin banyak, karena mereka sulit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan anak.

Patut kita sadari buruknya sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang merupakan keperluan dasar masyarakat mengakibatkan kesehatan masyarakat buruk, dan anak -- anak mengalami stunting. Ketidakmerataan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang buruk menjadi tantangan hebat dalam pengentasan stunting, karena hal tersebut merupakan akar persoalan dari fenomena stunting.

Ketidakmerataan Pendidikan

Pertama, kesadaran masyarakat akan terbentuk ketika mereka terdidik. Keterdidikan mereka dapat diperoleh dari budaya mereka sendiri dan juga sarana-prasarana yang difasilitasi negara. Akan tetapi persoalannya adalah kebudayaan masyarakat telah terdegradasi oleh nilai -- nilai modern dan masuknya peran negara sendiri. Kini lembaga adat tidak memiliki peran sentral di masyarakat, khususnya di bagian timur Indonesia. 

Sementara itu peran negara juga tidak signifikan berpengaruh terhadap masyarakat. Kewajiban negara untuk menyediakan fasilitas pendidikan juga tidak terealisasi, sehingga menimbulkan ketimpangan dunia pendidikan. Bentuk pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh pendidikan dapat dilakukan dengan pembangunan sarana-prasarana pendidikan, dan mengirim tenaga pendidik ke pelosok -- pelosok daerah. Tetapi hasilnya nihil, sebagai contoh desa -- desa di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur yang masih minim akan sarana-prasarana pendidikan mulai dari TK hingga SMA, yang membuat tingkat pendidikan di sana minim, bahkan mayoritas tidak mengenyam pendidikan formal.

Ketika tidak adanya sarana-prasarana pendidikan, bagaimana caranya agar kesadaran masyarakat untuk melakukan hidup sehat tumbuh? Tentunya semua ada sebab dan akibat. Tidak semudah menjustifikasi, bahwa persoalan stunting adalah karena problematika manusia itu sendiri.

Di sisi lain, kesadaran kaum ibu juga sangat berperan penting untuk meminimalisasi risiko terjadinya stunting pada anak -- anak mereka. Sejak usia kehamilan, seorang ibu harus memenuhi asupan gizi sehat dan pola hidup sehat lainnya, sehingga mempengaruhi tumbuh kembang janin, sampai nantinya anak berusia dua tahun, seorang ibu wajib memberikan asupan gizi seimbang agar tumbuh kembang anak optimal, baik secara fisik maupun non-fisik (kognitif).

Sementara itu, tidak hanya kesadaran seorang ibulah yang dibentuk, tetapi anak -- anak sedari dini harus diperkenalkan tentang cara hidup bersih dan sehat, sehingga di kemudian hari mereka akan memiliki kesadaran. Regenerasi juga penting untuk membentuk keluarga atau masyarakat yang sadar kesehatan dan kebersihan.

Sebagai contoh, di Desa Wura Homba, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur tidak memiliki sarana-prasarana pendidikan yang layak. Terdapat Sekolah Dasar yang dibangun oleh komunitas yang bergerak di bidang pendidikan tetapi masih belum dapat dikatakan layak bagi sebuah lembaga pendidikan. Sementara itu terbatasnya jumlah para pendidik di desa tersebut masih menjadi kendala.

Oleh karena itu, penting untuk pemerintah dalam memenuhi hak masyarakat untuk pendidikan, dan juga memperkuat peran adat sebagai ujung tombak dalam mengentaskan stunting di masyarakat. Pendidikan harus inklusif yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya pendidikan kaum ibu dan anak.

Buruknya Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan

Selain persoalan pendidikan yang tidak merata, insfrastruktur dan pelayanan kesehatan yang buruk mengakibatkan angka stunting semakin tinggi dan kesehatan masyarakat memburuk. Masyarakat sudah sepantasnya mendapatkan hak untuk sehat dan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, karena hal tersebut merupakan amanat konstitusi. Kesehatan adalah kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara.

Rafei (2007) menjelaskan, bahwa persoalan kesenjangan di bidang kesehatan dapat diminimalisasi, salah satunya dengan memperkuat pelayanan kesehatan masyarakat. Cara memperkuat hal tersebut, tepatnya dengan melihat corak masalah pembangunan kesehatan setiap negara. Indonesia masih berkutat dalam persoalan kesehatan masyarakat, sehingga penanganannya mengutamakan aspek preventif dan promotif didukung tindakan kuratif dan rehabilitatif, serta tidak melupakan pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat.

Begitu juga dengan persoalan stunting di Indonesia terjadi akibat dari kesenjangan sarana-prasarana pelayanan kesehatan. Masih banyak desa di Indonesia yang belum memiliki Posyandu atau Polides sebagai bentuk pelayanan kesehatan masyarakat di desa, apalagi di Indonesia bagian timur, seperti di Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, kurangnya tenaga kesehatan masyarakat menjadi persoalan pelik yang hingga kini masih menjadi perhatian.

Ketika sarana dan prasarana kesehatan tidak menjangkau masyarakat, mereka dihadapkan dengan pilihan tunggal, yakni pergi ke fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah. Mereka pasti enggan, bukan karena malas, tetapi terkendala biaya untuk mengunjungi fasilitas kesehatan tersebut.

Agar dapat menekan angka stunting, diperlukan penyediaan unsur -- unsur yang dijelaskan pada uraian sebelumnya. Pemerintah harus memberikan pemeriksaan kesehatan rutin berkala agar mengetahui kondisi anak -- anak di pelosok -- pelosok daerah. Selain itu, berikan kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa penyuluhan pola hidup sehat dan memberikan pemahaman tentang bahan makanan yang mengandung gizi tinggi. Kontinuitas pemberdayaan masyarakat sangat utama dalam hal tersebut, juga rasa kepedulian tenaga medis untuk bersungguh -- sungguh melakukan yang terbaik bagi kemanusiaan, bukan karena formalitas sebagai abdi negara.

Pengaruh Lingkungan dan Sosial -- Ekonomi 

Berdasarkan uraian sebelumnya, persoalan rendahnya pendidikan tentang pola makan anak dan buruknya pola asuh memang menjadi dua dari banyaknya problematika stunting yang ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Perlu diketahui persoalan hulunya yang mengakibatkan kesadaran seorang ibu rendah dalam hal pola makan dan asuh terhadap dirinya dan anaknya. Tidak serta merta yang menjadi problem ada dalam diri si ibu dan bahkan si anak yang menyebabkan stunting terjadi, seperti pendidikan yang rendah. Faktanya lingkungan dan kondisi sosial-ekonomi mereka juga sangat mempengaruhi kualitas kesehatan di dalam masyarakat.

Di beberapa wilayah Indonesia bagian timur, salah satunya di Nusa Tenggara Timur, di mana persoalan stunting juga diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung mereka untuk melakukan pola hidup bersih, seperti sulitnya mencari air bersih untuk keperluan minum, masak, mencuci, mandi dan lainnya.

 Bahkan di Desa Wura Homba, ditemukan fakta, bahwa masyarakat memperoleh air dengan membeli dari pihak yang menjual air di tangki di mana sumber airnya diperoleh dari sungai dan tidak difilterisasi. Sementara itu, masyarakat tidak melakukan kegiatan MCK dengan teratur, bahkan masyarakat, khususnya anak -- anak mandi hanya dua hingga tiga kali dalam seminggu dan buang air besar di kebun atau di hutan karena kurangnya pasokan air bersih serta sarana dan prasarana MCK yang memadai.

Selain itu, persoalan sosial-ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap rendahnya pola makan dan asuh. Sebagai contoh, masyarakat di Desa Wura Homba sangat kesulitan dalam bercocok tanam karena tanah di sana tandus, sehingga perlu banyak pasokan air untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Di sana memang kegiatan pertanian dan perkebunan masih subsisten atau hanya memenuhi kebutuhan sehari -- hari saja. 

Wawasan mereka tentang varietas tanaman pangan yang bernilai gizi baik juga sangat rendah, mereka terpaku hanya pada tanaman yang sudah sejak lama ditanam oleh leluhur mereka, seperti jagung yang kemudian biasa mereka manfaatkan sebagai nasi jagung. Menanam jagungpun tidak dapat diandalkan karena pengaruh lingkungan yang membuat mereka tidak dapat menanam dan memanen dengan optimal. Akhirnya mereka harus menjual beberapa hasil panen dan terkadang ternak (babi, kambing) seadanya untuk membeli beras sebagai keperluan dasar sehari -- hari dalam keluarga, terkadang yang parah mereka tidak ada untuk makan.

Kesimpulan

Stunting merupakan persoalan multidimensi dan perlu adanya tindakan yang khusus dari pemerintah. Harusnya persoalan stunting tidak terjadi apabila kegiatan pembangunan benar -- benar dan bersungguh -- sungguh menyelesaikan persoalan di masyarakat. Hal tersebut menjadikan dilema sekaligus paradoks pembangunan, karena tidak mampu membenahi persoalan dasar masyarakat, yakni pendidikan dan kesehatan.

Sementara itu, diperlukan pembentukan kesadaran kepada kaum ibu dan anak -- anak melalui pendidikan sangat diperlukan untuk meminimalisasi problematika stunting. Tidak hanya itu, karena persoalan stunting salah satunya diakibatkan oleh lingkungan dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat, maka pemerintah harus membenahi persoalan ketersediaan air bersih dan listrik, serta memberikan pemberdayaan masyarakat melalui keterampilan bertani dan mengolah bahan pangan bergizi tinggi. Dan kegiatannya dilakukan secara kontinyu atau berkesinambungan agar hasilnya dapat terlihat, bukan sekedar formalitas saja.

Referensi

Rafei, U.M., Mahmoed, A., Shahab, S. and Yudiman, M., 2007. Health politics: menjangkau yang tak terjangkau. Health & Hospital Indonesia.

Kemiskinan, T.N.P.P., 2017. 100 kabupaten/kota prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting). Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

beritasatu. Diakses 08/10/2020/. Pukul 17.16 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun