Mohon tunggu...
Khalid Umar
Khalid Umar Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Khalid adalah mahasiswa Teknik Perminyakan ITB angkatan 2015 yang menekuni analisis keenergian Indonesia. Saat ini Khalid menjabat sebagai Kepala Divisi Kajian Energi Taktis di Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan "PATRA" ITB. | Kontak kami: LinkedIn: https://www.linkedin.com/in/khalid-umar-770527151/ | Email: khalidumar.itb@gmail.com | HP: 085861396841

Selanjutnya

Tutup

Financial

Sebuah Kritik, Kebijakan Pemerintah Tak Naikkan Sebagian Harga BBM

23 Oktober 2018   18:42 Diperbarui: 23 Oktober 2018   19:01 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Dalam sepekan kemarin, harga minyak dunia mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Meskipun akhir-akhir ini cenderung menurun, akan tetapi harga minyak sempat menyentuh harga 85.01 USD/bbl untuk Brent, sedangkan WTI crude oil mencapai harga 74.86 USD/bb per 5 Oktober 2018.

Untuk menyikapi harga minyak yang cenderung tinggi, melebihi estimasi harga minyak dunia pada APBN sebesar 48 US$/barrel, pemerintah berupaya untuk menaikan harga BBM per 10 Oktober 2018. Hal ini disampaikan oleh Menteri ESDM, Ignatius Jonan, "Premium mulai 18.00 wib bakal naik 7%. 

Kenaikan ini dilakukan untuk mengimbangi kenaikan harga minyak dunia dan penguatan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah yang menyentuh Rp15.200. Untuk jamali menjadi Rp7000, di luar jamali menjadi Rp6900." Lanjut Jonan.

Akan tetapi, tidak berlangsung lama, Ignatius Jonan, mengeluarkan pernyataan bahwa Pemerintah menunda kenaikan harga bahan bakar minyak jenis Premium, Pertalite dan Biosolar. "Sesuai arahan bapak Presiden rencana kenaikan harga Premium di Jamali menjadi Rp7000 dan di luar Jamali menjad Rp6900, secepatnya pukul 18.00, agar ditunda," kata Menteri ESDM tersebut. Rencana kenaikan Premium akan dibahas ulang sambil menunggu kesiapan PT Pertamina (Persero).

Penyebab harga minyak yang melambung pada sepekan kemarin dan dampak jika dinaikannya harga BBM dapat dilihat pada tulisan Kajian Energi Taktis yang dapat diakses di sini

Pada kenyataannya, harga BBM memang mengalami kenaikan, kecuali BBM jenis premium, pertalite dan biosolar. Harga BBM jenis Pertamax naik menjadi Rp10.400, penyesuaian ini sejalan dengan harga minyak dunia. Menurut External Communication Manager Pertamina, Arya Dwi Paramita mengatakan, penyesuaian harga BBM jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Biosolar Non PSO merupakan dampak dari harga minyak mentah dunia yang terus merangkak naik di mana saat ini harga minyak rata-rata menembus US$80/barel".

Untuk menaikan harga Pertamax dan BBM sejenis yang harganya naik, Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengatakan bahwa Pertamina sebagai badan usaha tak perlu mendapat izin dari pemerintah untuk bisa menaikan harga jual. Sebab, jenis BBM ini tidak mendapat subsidi dari pemerintah, Pertamina hanya perlu melapor dan menyampaikan ke pemerintah terkait keputusan itu. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 191 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

Sebuah Kritik

Sementara itu, harga BBM Premium, Biosolar PSO dan Pertalite tidak naik. Menurut pemerintah, kenaikan harga BBM jenis premium ditunda, penundaan kenaikan tersebut menunggu kesiapan PT Pertamina. Pertamina membutuhkan waktu untuk melakukan perhitungan terkait kenaikan harga Premium.

Logika di atas terdengar aneh, kesiapan dan perhitungan seperti apa yang dimaksud? Bukankah jika harga Premium, Biosolar PSO, dan Pertalite dinaikkan berdampak pada keuangan Pertamina yang semakin sehat? 

Malah justru dengan tidak dinaikkannya ketiga BBM itu menuntut perusahaan milik negara tersebut terus memutar otak agar keuangannya tidak semakin memburuk. Keputusan ini semakin jauh dari visi Pertamina yaitu "Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia" serta misinya yaitu "Menjalankan Usaha Minyak, Gas, Serta Energi Baru dan Terbarukan Secara Terintegrasi, Berdasarkan Prinsip-Prinsip Komersial Yang Kuat."

Selain itu, dibalik kebijakan tidak jadi naiknya harga BBM premium, solar dan pertalite di tengah naiknya harga BBM pertamax series, terdapat potensi larinya konsumen Pertamax series ke Premium atau Pertalite, hal tersebut dikarenakan terdapat gap harga yang semakin besar diantara kedua harga jenis BBM tersebut. Tentu saja jika hal tersebut benar terjadi, hal ini akan menambah beban Pertamina yang harus menanggung lebih defisit penjualan kedua BBM tersebut. 

Alhasil tujuan naiknya Pertamax series yang awalnya untuk membantu keuangan Pertamina akan menjadi samar dan berpotensi semakin merugikan Pertamina akibat meningkatnya konsumsi Premium dan Pertalite yang harganya tidak ikut dinaikkan.

Di samping itu terdapat kekhawatiran jangka panjang lainnya akibat tidak ada penyesuaian harga BBM premium, pertalite dan solar yang mungkin terjadi adalah masyarakat akan cenderung menjadi boros, karena tidak menyadari bahwa kondisi harga minyak dunia dan harga dollar yang semakin tinggi. 

Tentu saja apabila tidak diimbangi dengan kenaikan harga secara perlahan, jika suatu hari nanti Pertamina atau pemerintah tidak sanggup lagi menanggung defisit penjualan BBM jenis tersebut, dikhawatirkan akan terdapat momen dimana terjadi kenaikan yang drastis yang dapat menyebabkan kekacauan atau stabilitas nasional yang lebih parah.

Oleh: Khalid Umar, Abdel Moh Deghati, Muhammad Irfan, Muhammad Hamdan Abdillah, Muhammad Anwar Sena

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun