Mohon tunggu...
Khaidir Asmuni
Khaidir Asmuni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Alumnus filsafat UGM

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Reenactment Ajaran Bung Karno: Mengungkap Ikatan Emosional Budiman dengan Ibu Mega

14 Januari 2023   03:21 Diperbarui: 14 Januari 2023   04:09 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko memberikan analisis cukup berbeda tentang pidato Megawati Soekarnoputri dalam HUT PDIP ke-50. Budiman menilai pidato Mega sangat berkarakter. Standar kualitasnya terlihat dari tingginya unsur etika politik (moral) dan tanggung jawab kebangsaan. Hal itu bisa diinterpretasikan dari twitter Budiman.

Karena di Indonesia politik formal hanya bisa dilakukan di partai politik maka apa yang dilakukan Megawati menjadi sebuah contoh besar kematangan sebuah parpol. Megawati tidak hanya menunjukkan positioning dari PDIP sebagai sebuah partai besar, tapi juga garda terdepan harapan rakyat akan tegaknya demokrasi di negeri ini.

Positioning itu dikaitkan dengan ditunggunya calon presiden dari PDIP oleh semua kalangan bahkan rakyat Indonesia. Positioning ini merupakan bagian keberhasilan Megawati dalam memimpin partainya.

Kualitas karakter Mega tentu saja mengandung kearifan. Juga pengalaman, pemahaman, akal sehat, dan berwawasan. Dari semua itulah secara jeli bisa dilihat karakter itu tidak bisa lepas dari figur Sang Ayah: Bung Karno.

Dari sejumlah pesan Mega untuk para kader PDIP salah satu yang sangat penting adalah turun ke rakyat. Mega meminta para kader turun ke desa dan mengetahui bagaimana situasi rakyat yang sebenarnya.

Pesan Mega menjadi benteng kokoh melawan kemerosotan ideologi kerakyatan saat ini. Sebab bagaimanapun PDIP merupakan partai wong cilik.

Dalam sebuah wawancara dengan Seaword TV, Budiman menggambarkan ideologi wong  cilik itu melalui marhaenisme di era Bung Karno dan era sekarang. Budiman melakukan sebuah re-enactment.

Budiman sebetulnya tidak bicara sejarah untuk dirinya sendiri melainkan agar mudah dipahami oleh generasi saat ini. Sebab, bagaimanapun untuk memahami sejarah masa lalu itu harus dilakukan sebuah rekonstruksi sejarah sehingga generasi muda memahami bagaimana peranan Bung Karno di masa lalu.

Melalui reenactment pula maka generasi muda akan memahami sejarah dalam konteks kekinian. Salah satu tokoh yang melahirkan konsep reenactment yaitu RG Collingwood. Dia berpendapat bahwa re-enactment merupakan sikap kritis, dimana sejarah mengajak kita untuk berpikir.

Kembali ke re-enactment, saat Budiman bicara mengenai marhaenisme. Ketika Bung Karno masih berusia 20 tahun bersepeda menelusuri  pedesaan di Jawa Barat. Bung Karno bertemu dengan seorang petani yang bernama Marhaen. Kisah legendaris inilah yang melatarbelakangi Bung Karno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang kemudian berbaur dengan PDI dan kemudian menjadi cikal bakal lahirnya PDIP Perjuangan saat Mega terpilih menjadi ketua.

Sangat jelas apa yang diidealkan oleh Budiman dengan turun langsung di pedesaan di Jawa Barat dalam suasana yang sama saat Bung Karno turun ke pedesaan di Jawa Barat tersebut untuk memberikan gambaran yang nyata mengenai sosok marhaen yang dimaksudkan oleh Bung Karno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun