Mohon tunggu...
Kevin William Andri Siahaan
Kevin William Andri Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Kimia yang berkesempatan mewujudkan SDGs 2030 di Indonesia. Amin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat Pematangsiantar

22 Juli 2020   12:55 Diperbarui: 22 Juli 2020   13:04 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kurang percayanya masyarakat sehingga physical distancing tidak lagi diterapkan. Dokpri.

Hingga saat ini kasus positif Covid-19 terus meningkat, belum ada tanda-tanda penurunan. Bahkan menurut prediksi, puncak pandemi di tanah air akan berlangsung Agustus hingga September 2020. Melihat kondisi ini, seharusnya masyarakat semakin hati-hati menjaga diri menghindari virus berbahaya ini. Disiplin mempersiapkan protokol kesehatan merupakan tindakan efektif.

Namun apa yang terjadi dimasyarakat sangat kontradiktif dengan pandemi yang kian "mengganas". Dalam suasana adapatasi kesehatan baru saat ini, sebagian besar masyarakatt justru seperti mengabaikan protokol kesehatan. Di Kota Pematangsiantar saja, banyak orang berlalu lalang tanpa menggunakan masker, mengbaikan sosial/physical distancing, apalagi rutin mencuci tangan menggunakan sabun atau pakai handsanitizer.

Lalu kenapa ini bisa terjadi? Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum percaya kalau Covid-19 ini memang ada. Mereka menganggap  hanya sebagai konspirasi politik atau ekonomi pihak tertentu. Sebagian lagi menganggap kalau dirinya bakal aman-aman saja dan kemungkinan kecil terpapar virus karena tubuhnya sehat.

Anggapan masyarakat ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena banyaknya muncul berita-berita hoax dan berulang di tengah gencarnya sosialisasi pencegahan Covid-19, Kemudian adanya perilaku berbagai pihak yang memanfaatkan pandemi sebagai ladang bisnis. Misalnya dengan pemberlakuan rapid test sebagai syarat terentu. Padahal rapid test sendiri tidak bisa dijadikan acuan untuk mengetahui seseorang terinfeksi atau tidak.

Sebagai ladang bisnis misalnya, masyarakat sudah lama mendengar informasi adanya permainan pihak rumah sakit dalam menangani pasien. Mereka tergiur dengan besarnya jumlah dana yang digelontorkan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, Sehingga berbagai cara dilakukan untuk dapat "menikmati" dana tersebut. Meski pihak rumah sakit membantah, tetapi tidak membuat masyarakat percaya dengan keadaan ini.

Pekan ini kita melihat Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengadu kepada Menkes Terawan Agus Putranto tentang adanya rumah sakit 'nakal' di sejumlah derah. Dalam rapat kerja dengan pemerintah membahas laporan APBN Semester I 2020, ia menyebut rumah sakit tersebut sengaja membuat pasien dinyatakan positif Covid-19 demi mendaptkan anggaran corona.

"Adanya kenakalan juga di rumah sakit, tidak Covid tapi dinyatakan Covid. Keluarga engga terima, dua minggu mau masuk pengadilan, ahkirnya rumah sakit menyerah, oh iyah bukan Covid", kata Abudullah dalam rapat, Rabu(15/7).

Dia melanjutkan, setelah diselediki ternayata rumah sakit tersebut sengaja menyatakan pasien itu positif corona demi mendapatkan intensif rumah sakit,

" Telisik punta telisik, kalau dinyatakan mati Covid lebih besar. Ada yang menyebut kalau orang kena Covid masuk rumah sakit sampai meninggal anggaran Rp 90 juta atau 45 juta. Memang ini ujian betul, di Pasuruan, Jambi, Ciamis ini kan viral dimana-mana," jelasnya.

Mungkin juga hal ini menjadi penyebab maraknya kasus masyarakarat mengambil paksa dari rumah sakit jenazah keluarganya yang meninggal akibat Covid-19. Mereka tak percaya kalo keluarganya meninggal karena terpapar virus itu.

Sungguh miris mendengarnya. Sebaiknya Pemko Pematangsiantar langsung menginvestigasi, turun ke daerah-daerah mencari fakta sebenarnya. Supaya terungkap kebenarannya. Bila ini benar-benar terjadi, berarti uang negara yang sangat besar itu terkuras sia-sia tanpa bermanfaat. Bahkan sangat merugikan masyarakat.

Tindakan penyelewengan ini bukan main-main. Pelaku harus diberikan sanksi yang berat. Bila perlu dilakukan tindakan hukuman mati seperti yang didengungkan selama ini. Agar menimbulkan efek jera bagi semuanya.

Korupsi seperti ini bagai pisau bermata dua. Satu sisi menusuk keatas, dengan menggerogoti anggaran negara. Satu sisi lainya menancap kebawah, membuat hilangnya kepercayaan masyarakat atas adanya pandemi atau hanya sebuah konspirasi seperti d ungkapkan diatas.

Kita tidak ingin pandemi Covid-19 dimanfaatkan tertentun untuk meraup keuntungan, tanpa peduli dengan kondisi bangsa dan keterpurukan ekonomi masyarakat. Untuk itu pemerintah khusus nya Pematangsiantar, dalam hal ini Menkses dan Tim Gugus Tugas, diharapkan secepatnya koordinasi menyelamatkan uang negara sekaligus menumbuhkan lagi kepercayaan masyarakat. Dengan begitu diharapkan pandemi bisa secepatnya berahkir dan kehidupan bangsa bisa pulih kembali.

             

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun