Mohon tunggu...
KAVI
KAVI Mohon Tunggu... Programmer - Pengejar Impian

Pengejar Impian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Bu Yuni

11 Agustus 2021   12:11 Diperbarui: 11 Agustus 2021   12:24 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ekspresimu itu terlihat berbohong. Sebagai guru, mungkin aku dapat membantumu.”

“Tidak apa-apa kok Bu, hehe.”

Kukira percakapan kami selesai sampai di sini. Namun, dia memaksaku untuk memberitahunya, alih-alih tugas seorang guru yang dapat membantu murid-muridnya yang sedang tertimpa masalah. Tentu saja, aku bersikeras untuk menolak.

Setelah berdebat panjang, akhirnya aku mengalah. Lebih tepatnya, aku terpaksa mengalah. Mungkin karena aku tahu bahwa aku tidak akan menang melawan seorang wanita.

Aku mengutarakan semua masalahku kepadanya, seperti kesepian tanpa kasih sayang orang tua selama enam tahun. Lalu, aku menambahkan beberapa hal yang menunjukkan semangat. Seolah aku sudah mencoba melupakan masalah itu dan hanya fokus untuk menatap masa depan.  Juga, aku selalu menyelipkan senyuman palsu seperti biasanya.

Aku tidak perlu berharap lebih. Respon yang akan ia berikan mungkin sama seperti mereka. Merasa iba kepadaku. Seolah aku terlihat seperti anak yang menyedihkan dan patut dikasihani. Menyetujui semua yang kukatakan dan memberikan beberapa motivasi kepadaku. Setelah itu, mereka bersikap baik atau lebih tepatnya terpaksa untuk baik. Sungguh, aku tidak menyukai kepalsuan tersebut.

Ketika aku tenggelam dalam pikiranku, dia memukul kepalaku dengan keras.

“Sakit!” Aku merantih kesakitan. “Kenapa Bu Yuni memukul kepala saya?”

“Hanya ingin saja,” jawabnya santai.

Dia memang Guru Killer. Mungkin dia juga memiliki jiwa physico? Kau tahu, seorang physico yang kubaca di novel selalu melakukan hal yang kejam. Lalu, alasan dia melakukan hal itu adalah ‘hanya ingin saja’. Entah kenapa, aku sedikit kesal.

Aku ingin mengeluh kesakitan. Namun, ketika mengengoknya, aku mendapati dia yang sedang menatap langit dengan penuh arti yang dalam. Matanya begitu sayu, seolah menemukan sesuatu yang membuat dia bernostalgia dan bersedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun