Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jodohku Entah Kemana (4)

14 Juni 2017   18:04 Diperbarui: 14 Juni 2017   21:56 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

 Tak ada yang menggoda Nadya  seperti kepada Lia namun suatu saat Nadya menemuiku diruanganku, dia menyatakan simpati dengan keadaan aku dan anakku.   Dreng deng deng deng aku menangkap sinyal, Nadya sudah menabuh gendang perang, kalau sampai Jendol dengar alamat perang dunia ketiga.

 Baru saja meletakkan bokong dikursi, Nadya memberitahu, pimpinan bank ingin bertemu aku, kalau bisa sekarang juga,  kata Nadya.

 " Ok, pakai mobilmu saja, si Udin  sedang mengantar bocah " kataku,   Mobil Nadya berkaca terang, tak enak dipandang orang lain, aku rebahkan jok yang aku duduki sementara Nadya yang menyetir.  Nadya menggunakan kaca mata hitamnya, nampak serasi dengan wajahnya yang berdagu runcing.

 Kupejamkan mata, suara Nadya yang agak serak itu mengikuti lagu  Endless Love yang dia putar. Pikiranku melayang membayangkan Nadya menjadi isteriku. Tubuh Nadya yang tingginya sekitar 170 cm bila memakai hak tinggi mungkin akan sama dengan tinggiku yang 180 Cm.

 Sepasang manusia jangkung berjalan bersama bisa menjadi perhatian, pikranku melayang berandai andai. Namun  lamunanku mendadak buyar, Nadya secara tiba-tiba menginjak rem.  Mobil dinas jendol isteriku melintang menghalangi mobil Nadya. Waduh duh duh ... bakal terjadi perang dunia.  Jendol turun dari mobilnya, meminta aku keluar dari mobil Nadya, kuminta Nadya kembali kekantor.

 " Papa mau ke bank, mobil dipakai Udin nganter bocah .." Kataku.


 " Sama mamah  aja " Katanya.

 Jalan sempat macet dibuat oleh Jendol yang berpakaian dinas mirip seragam hansip dengan tanda jabatan disakunya. Tak ada suara orang protes, mungkin dikira satpol pp menangkap tangan peselingkuh.  Aku hanya bisa garuk-garuk kepala mengikuti langkah isteriku, tidak bisa marah justru sebaliknya geli. Betapa tidak, mungkin dikira aku kena razia satpol PP.  Sepanjang jalan Jendol ngomel, tidak pantas jalan berdua dengan pegawai, jaga jarak, hargai diri papa, aku cuma cengar cengir mendengar ocehannya. 

 Di bank, para petugas  memberikan anggukan kepada jendol dan mengantar keruang pimpinan. Dunia terbalik,  jendol yang dikira ada keperluan dan aku pengawalnya.  Dengan kepala Bank yang aku sudah akrab itu, sebelum ditanya kenapa bersama ibu, aku pura2 mengaku sembari lewat ada keperluan ngurus proyek. Pimpinan bank langsung menawarkan pinjaman kalau ada proyek pemerintah.   Selesai menanda tangani berkas, aku segera mohon pamit. 

 " Mamah langsung ke kantor saja, biar papa dijemput Udin " kataku dipintu keluar bank.

 " Gak usah, mama anter " katanya. Kuturuti saja kemauanya, mungkin dia tidak percaya aku minta jemput Udin, curiga aku minta jemput Nadya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun