Mohon tunggu...
Dwi Jatmiko
Dwi Jatmiko Mohon Tunggu... Guru - Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang Keagamaan Peduli Agama, Peduli Sistem, Peduli Manusia dan Peduli Lingkungan. Jatmiko adalah Wakasek Bidang Humas Sekolah Penggerak Berkemajuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Integrasi Interkoneksi Solutif Sekolah Ramah Anak

9 Oktober 2022   06:21 Diperbarui: 10 Oktober 2022   08:09 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Satu Sekolah Ramah Anak, Sekolah Pendidikan Karakter, Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta Minggu (9/10/2022) Dokpri

Di Indonesia, pola pengembangan kritik terhadap ilmu-ilmu keislaman mendapat perhatian yang plus di beberapa tahun terakir ini. Prof. Amin Abdullah, Ph.D, adalah salah satu tokoh terkemuka dan secara serius mengkritisi nalar keagamaan yang berkembang di Indonesia. 

Selain itu, beliau juga menawarkan model baru dalam studi agama dalam mendekati islam. Pola pengajian agama yang bercorak normatif-doktriner ke pola pendekatan studi agama yang bercorak studi agama sosio-historis kemudian bermuara kepada rasional-filosofis (Parluhutan Siregar, 2014).

Amin Abdullah adalah seorang sarjana Muslim Indonesia yang dikenal cukup banyak menulis tentang Islam. Ia memilih tema-tema yang amat beragam, mulai dari Filsafat, Ilmu Kalam, Ushul Fiqh, Metode Tafsir Alquran, Pluralisme, sampai masalah Pendidikan. 

Sepintas lalu, tradisi ini dianggap tidak lazim pada era modern, di mana para ahli konsisten menekuni disiplin ilmu tertentu. Karena itu, kehadiran tulisan yang variatif ini mengundang pertanyaan, "Apa sesungguhnya yang menjadi fokus Amin Abdullah?

Berdasarkan telaah sementara, sepertinya Amin Abdullah tidak bermaksud untuk menjelajahi semua bidang ilmu, tetapi ia ingin menjalinnya ke dalam satu rangkaian epistemologis yang dipetakannya menjadi semacam "jaring laba-laba".

Teori jaring laba-laba (spider web) yang digagas oleh Amin Abdullah berkaitan dengan horison keilmuan Islam, bukan saja bertujuan untuk mengembangkan kerangka ilmu-ilmu dasar keislaman yang bersifat normatif, tetapi juga ingin mengintegrasikan-nya dengan ilmu sekular yang bersifat empiris-rasional. 

Pada aspek inilah daya tarik pemikiran Amin Abdullah, di mana ia mampu merumuskan epistemologi keilmuan yang dapat meramu bermacam-macam ilmu sehingga jelas apa esensi masing-masing disiplin ilmu dan bagaimana cara dan strategi untuk mengembangkannya.

Upaya implementasi konsep integrasi-interkoneksi bertujuan untuk mempersempit ruang dualisme atau dikotomi ilmu yang memisahkan antara pendidikan umum dari pendidikan agama yang kemudian berdampak pada pemisahan dan pemilahan kesadaran keagamaan dan ilmu pengetauan umum. 

Lebih lanjut, kesadaran dikotomistik ini menjadi penyebab sebagaimana analisis pemikir muslim kemunduruan penguasaan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Tidak itu saja, dikotomi menyebabkan menjauhnya agama dengan realitas kehidupan umat.

Oleh karenanya, sebuah teori (pendekatan) tanpa adanya aplikasi, ibarat rumah megah yang sangat diidam-idamkan oleh seluruh insan, tetapi rumah tersebut hanya sebuah desain (gambar) belaka, sehingga banyak insan yang kecewa. 

Jargon integratif-interkonektif memang cukup populer di dengar terutama dalam proses transformasi IAIN ke UIN, konsep tersebut menjadi kata kunci atau key concept atau "jargon", bahkan lebih dari itu, menjadi core and values serta paradigma keilmuan yang menjadi besik civitas akademik di lingkungan UIN Sunan Kalijaga dari saat itu hingga saat ini. 

Sejarah mencatat, bahwa gagasan besar yang membawa dialog keilmuan, penyatuan ilmu, hingga lahirnya ilmu dengan karakter yang baru itu tidak bisa dilepaskan dari sosok sang penggagas, yaitu M. Amin Abdullah, selaku rektor kala proses transformasi itu berlangsung. (Muhammad Muslih, 2017)

Pendekatan integratif-interkonektif merupakan pendekatan yang tidak akan saling melumatkan dan peleburan antara keilmuan umum dan agama. 

Pendekatan integratif-interkonektif adalah pendekatan yang berusaha saling menghargai; keilmuan umum dan agama sadar akan keterbatasan masing-masing dalam memecahkan persoalan manusia. 

Hal ini akan melahirkan sebuah kerja sama, setidaknya saling memahami pendekatan (approach) dan metode berpikir (process dan procedure) antar kedua keilmuan tersebut. 

Pendekatan integratif-integkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah keterhubungan antara keilmuan agama dan keilmuan umum yang tergabung dalam ilmu alam, ilmu sosial dan humaniora. (Amin Abdullah, et all : 53)

Amin Abdullah melukiskan pola hubungan antar disiplin keilmuan keagamaan dan keilmuan non-keagamaan secara metaforis mirip-mirip dengan "jaring laba-laba keilmuan" (Spider web), dimana antar berbagai disiplin yang berbeda tersebut saling berhubungan dan berinteraksi secara aktif-dinamis. Corak hubungan antar berbagai disiplin dan metode keilmuan tersebut bercorak integratif-interkonektif (Amin Abdullah, et all : 107)

Masing-masing disiplin ilmu masih tetap dapat menjaga identitas dan eksistensinya sendiri-sendiri, tetapi selalu terbuka ruang untuk berdialog, berkomunikasi dan berdiskusi dengan disiplin ilmu lain. 

Tidak hanya dapat berdiskusi antar rumpun disiplin ilmu kealaman secara internal, namun juga mampu dan bersedia untuk berdiskusi dan menerima masukan dari keilmuan external, seperti dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ilmu-ilmu agama atau yang lebih popular disebut dengan Ulumu al-din tidak terkecuali disini. 

Ia juga tidak dapat berdiri sendiri, terpisah, terisolasi dari hubungan dan kontak dengan keilmuan lain di luar dirinya. Ia harus terbuka dan membuka diri serta bersedia berdialog, berkomunikasi, menerima masukan, kritik dan bersinergi dengan keilmuan alam, keilmuan sosial dan humaniora (Amin Abdullah, 2013 : 11)

Amin Abdullah mengartikan Integrasi sebagai "berlawanan dengan pemisahan", yaitu usaha memadukan ilmu umum dan ilmu agama. 18 Model dari integrasi adalah, "Menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai grand theory pengetahuan. Sehingga ayat-ayat qualiyah dan kauniyah dapat dipakai." Perbedaan yang mendasar antara islamisasi ilmu dengan integrasi ilmu adalah dalam hal pelumatan keilmuan umum dan agama. 

Dalam islamisasi ilmu, keilmuan Islam akan memilih dan memilah ilmu-ilmu yang dianggap islami dan ilmu yang bukan islami dengan menghilangkan ilmu-ilmu yang bukan islami atau tidak cocok dengan Islam. Sedangkan integrasi dalam hal ini berkaitan usaha memadukan keilmuan umum dan Islam tanpa harus menghilangkan keunikan-keunikan antara dua keilmuan tersebut (Amin Abdullah, 2013 : 50)

Spider web yang ditawarkan Amin Abdullah adalah bersifat peta konsep. Sebagai sebuah peta konsep spider web, tentu saja peta ini dapat dimaknai sebagai berikut; 

(1) bahwa setiap item yang terdapat dalam peta itu memiliki hubungan-hubungan, walau tidak seluruhnya, antara yang satu dengan yang lain; inilah yang dimaksud Amin Abdullah dengan keilmuan integratif; 

(2) keilmuan itu berpusat pada Al-Quran dan Sunnah dan secara hirarkis berkaitan dengan sejumlah pengetahuan sesuai dengan tingkat abstraksi dan applied-nya; 

(3) item-item yang terdapat dalam satu lapis lingkar menunjukkan kesetaraan dilihat dari tingkat abstraksi atau teoritisnya; dan 

(4) garis-garis yang memisah antara satu item dengan item lain dalam satu lapis lingkar tidak dapat dipahami sebagai garis pemisah.

Pada spider web di atas menunjukkan hubungan yang bercorak teoantroposentris-integralistik. Di situ tergambar bahwa jarak pandang dan horizon keilmuan integralistik begitu luas (tidak myopic) sekaligus terampil dalam perikehidupan sektor tradisional maupun modern karena dikuasainya salah satu ilmu dasar dan keterampilan yang dapat menopang kehidupan era informasi-globalisasi. (Amin Abdullah, 2004 : 14)

Selain itu juga tergambar garis putus-putus yang menunjukkan ruang kosong di setiap bidang keilmuan yang memungkinkan dimasuki bidang keilmuan yang lain. saling berdialog dan bertegur sapa. 

Terdapat wilayah pusat yaitu Al-Quran dan Sunnah sebagai core keilmuan yang berada di titik sentral. Bagian selanjutnya adalah berbagai macam pendekatan dan metodologi. Metodologi dan pendekatan tersebut digunakan untuk menafsirkan Al-Quran dan Aunnah yang dimaknai secara baru (hermeneutis).

Pada bagian selanjutnya terdapat ilmu-ilmu umum yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari ilmu agama. Selanjutnya, untuk menghubungkan agar ilmu umum dan ilmu agama relevan diterapkan sesuai perkembangan zaman, maka ilmu-ilmu tersebut dikoneksikan dengan berbagai beberapa persoalan yang masih hangat. Isu-isu yang berangkat dari perkembangan kondisi sosio kultural tersebut menempati lapisan terluar.

Al-Quran dan Sunnah merupakan core dari segala keilmuaan, maka tidak heran oleh Amin ditempatkan pada posisi sentral atau tengah. yang menempati titik sentral jaring laba-laba ini, yang kemudian disebut juga hadlaratun-nash, ilmu agama dan ilmu umum disebut hadlaratul-ilmi, dan keilmuan kontemporer yang didasarkan kondisi perkembangan zaman disebut hadlaratul-falsafah.

Hadarah al-nash (budaya agama yang semata-mata mengacu pada teks) dalam kombinasinya dengan hadarah al-ilm (sain dan teknologi), tanpa mengenal humanities komtemporer sedikit pun juga berbahaya, karena jika tidak hati-hati akan mudah terbawa arus ke arah gerakan radikalisme-fundamentalisme. 

Hadarah al-nash, (penyangga budaya teks bayani), memang tidak lagi bisa berdiri sendiri, terlepas sama sekali dari hadarahal-ilm (teknik, komunikasi) dan juga tidak bisa terlepas dari hadarah al-falsafah (etik) dan begitu sebaliknya. 

Hadarah al-ilm (budaya ilmu), yaitu ilmu-ilmu empiris yang menghasilkan sain dan teknologi, akan tidak punya "karakter", yang berpihak pada kehidupan manusia dan lingkungan hidup, jika tidak dipandu oleh Hadarah al-falsafah (budaya etik-emansipatoris) yang kokoh. 

Begitu juga, hadarah al-falsafah (budaya filsafat) akan terasa kering, jika tidak terkait dengan isu-isu keagamaan yang termuat dalam budaya teks dan lebih-lebih jika menjauh dari problem-problem yang ditimbulkan dan dihadapi oleh hadarah al-ilm atau budaya ilmu-ilmu empiris-teknis. (Amin Abdullah, 2013 : 402-403)

Dengan penguasaan yang baik dari keilmuan tersebut, maka diharapkan muslim atau muslimat yang terampil dalam menganalisis dan mencari problem solving terhadap persoalan-persoalan kemanussian dan keagamaan di setiat zaman. 

Keberadaan Al-Quran dan sunah Nabi yang selalu menjadi kiblat dalam kehidupan umat muslim dimaknai secara (hermeneutis) baru. Semuanya ditujukan untuk kemaslahatan ummat tanpa memandang latar belakang agama, etnis, ras apalagi golongan, sehingga lahirlah manusia-manusia yang terampil pada sektor tradisional mapupun modern (Amin Abdullah, , 2012: 106)

Contoh real yang diberikan oleh Amin Abdullah berkaitan dengan ilmu yang bercorak integralistik, yaitu ilmu Ekonomi Syariah, yang sudah nyata ada praktik penyatuan antara wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia. 

Ada Bank BNI Syariah, usaha-usaha agrobisnis, transportasi, kelautan, dan sebagainya. Agama menyediakan etika dalam perilaku ekonomi di antaranya adalah bagi hasil (al-mudharabah), dan kerja sama (al-musyarakah). 

Di situ terjadi proses objektifikasi dari etika agama menjadi ilmu agama yang dapat bermanfaat bagi orang dari semua penganut agama, non agama, atau bahkan anti-agama. 

Dengan basis moralitas keagamaan yang humanistik ini dituntut dapat memasuki wilayah-wilayah yang lebih luas seperti psikologi, sosiologi, antropologi, social work, lingkungan, kesehatan, teknologi, ekonomi, politik, hubungan internasional, hukum dan peradilan dan begitu seterusnya. (Amin Abdullah, , 2012: 104-105)

Contoh semacam ini dapat dilakukan di semua mata pelajaran, baik agama maupun umum seperti mata pelajaran biologi tentang proses penciptaan manusia. 

Proses pembelajaran dapat dimulai dengan mengamati (observing) video yang menunjukkan fakta-fakta ilmiah, kemudian mengintegrasikannya dengan sains Quran dan Hadits. 

Lagi-lagi kemampuan semacam ini harus didukung dengan wawasan, bacaan, pengalaman, dan literatur memadai bagi guru yang melekat pada kompetensi pedagogik dan profesionalnya.

Diujung proses pembelajaran, pendidik secara bersama-sama menyimpulkan tentang sikap/nilai terhadap thaharah/bersuci; sikap sosial (KI-2), dan sikap spiritual (KI-1) bahwa kita harus bijak menggunakan air, tidak boleh berlebih-lebihan, menjaga lingkungan, kebersihan, dan harus bersyukur atas karunia Allah terhadap air yang diberikan. 

Sikap Sosial (KI-2) dari proses penciptaan manusia dalam mata pelajaran biologi dapat berupa persaudaraan karena semua manusia berasal dari rahim yang satu dan lain-lain. Sedangkan Sikap Spiritual (KI-1) berupa rasa syukur atas kelebihan manusia dibading dengan mahluk lain. 

Sekali lagi, penyampaian sikap sosial berupa "menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, (gotong royong, kerjasama, toleran), santun, responsive dan pro-aktif,...." dan Sikap Spiritual berupa "menghayati dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya" ini melalui pembelajaran tidak langsung yang diperlihatkan dalam ujuk kerja nyata bukan unjuk kerja semu melalui perilaku peserta didik. 

Dengan demikian integrasi-interkoneksi manajemen pembelajaran semacam ini akan menghasilkan peserta didik yang berilmu amaliyah, beramal ilmiah, dan berakhlakul karimah. Akhirnya tercipta unggul dalam prestasi dilandasi akhlakul karimah. Pendidikan Integrasi Interkoneksi Solutif Sekolah Ramah Anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun