(1)
Pagi masih berkelindankan huruf dan kata nan malas
Nyanyian gerimis memola bulatan bening pada genang rindu hari yang bekuÂ
Secawan kopi tubruk terhempaskan sunyi digigilnya sendirian Â
Jemari pagi tak jua memaksa beringsut dari meringkuknya enggan Â
(2)
Waktu sepertinya sengaja membiarkan dirinya bugil terlentang
Berasa pasti giur kemesraan yang dimauinya mengalirkan kelir pada langit berkabut
Ia tak sabar agar semua kejap liarnya asa cinta datang merajut warna kepastian
Seperti puisi menumpahkan kerinduan kekasih pada bercariknya lirik   Â
(3)
Pagi kiranya masih seperti yang dulu kala ketika malas menerjang
Nyanyian gerimis kian menjadi jadi meringkuk waktu yang telah kadung membeku
 Bercawan kopi tubruk baru tlah tumpah dihempaskan kesunyiannya sendiri
Namun seperti puisi, ia tetap saja memesrai huruf dan kata tanpa jeda