Secara teknisnya sih begitu—setidaknya sampai saya menemukan alasan yang pas untuk melakukannya.
Kaget saya mengatakan hal ini?
Ya, kau tidak salah baca, kawan.
Dengan lantang saya katakan, memang saya pernah sekali waktu—dengan sengaja—melakukannya (baca: katakanlah saya melakukannya untuk semacam personal experiment—yang diawali dengan satu masalah besar yang jadi pemicu. Hanya saja karena alasan norma kesopanan, saya merasa tak perlu memberitahukan secara detail dalam tulisan ini apa yang jadi pemicu itu) untuk memunculkan reaksi atas pasangan saya—dan itu tentu saja saya lakukan dengan sadar; tidak semata-mata dengan sembunyi-sembunyi.Â
Partner yang saya jadikan "tandom" adalah teman saya sendiri (baca: yang juga sangat dikenal baik oleh pasangan saya; mereka adalah sahabat baik dan mereka bersahabat jauh sebelum saya mengenal pasangan saya—meskipun boleh jadi hingga detik ini, partner saya tersebut tidak menyadari bahwasanya saya pernah menjadikannya "alat" eksperimen atas masalah yang terjadi antara saya dan pasangan saya).
Lagipula, saya sejak awal sudah punya tenggat tersendiri seputar berapa lama saya melakukan eksperimen saya tersebut; saya tak ingin berlarut-larut.Â
Pun saya juga sudah paham dan mempertimbangkan risiko apa yang akan saya tuai dari pasangan saya menyoal ini—dan gambling tentu saja adalah sesuatu yang tak terelakkan meskipun jujur, tak ada sedikit pun niat saya menciderai perasaan pasangan.Â
Trigger perselingkuhan yang saya lakukan tersebut adalah bentuk upaya terakhir saya—dan tidak sebaiknya dicontoh jika kau tak siap mental dengan hasil akhirnya.
Tolong jangan dicoba; hubunganmu dengan pasanganmu tidak sebercanda itu.Â
Kau bukan saya tentu saja.