Saya tidak bisa mengatakan apakah ada perbedaan yang mencolok atau tidak dari perselingkuhan yang dilakukan berdasarkan "kesempatan" dari yang saya kemukakan sebelumnya (baca: yang dilakukan berdasarkan pilihan)—hanya saja, saya memiliki hipotesis lain menyoal ini.
Saya beranggapan, mungkin perselingkuhan yang dilakukan berdasarkan "kesempatan" ini tidak murni diniatkan oleh para pelakunya.
Mengapa saya katakan demikian?
Ini bisa saja terjadi karena ada faktor-faktor pemicu lain yang berasal dari luar diri si pelaku, seperti "godaan" dari lawan jenis—atau bahkan sugesti yang berasal dari orang lain (baca: bisa teman—atau malah kerabat dekat) tentang bahwasanya si pelaku bisa mendapatkan yang lebih baik dari pasangannya saat ini—yang tentu saja telah dicari-cari terlebih dahulu sisi-sisi buruknya dari pasangannya tersebut dengan harapan menggoyahkan pendiriannya—alih-alih pada akhirnya si pelaku sendirilah yang mencari kekurangan pasangannya itu.Â
Ups.
Ya, perselingkuhan, tak satupun orang menginginkannya—sekalipun itu orang yang mungkin saja pernah melakukannya.
Dia berbicara pada satu hal: tak ingin disakiti; ada ego—dan itu mustahil dilakukan tanpa alasan yang kuat dan diwaktu yang tepat.
Sehingga untuk mencegah terjadinya perselingkuhan sejatinya dibutuhkan lebih banyak komunikasi di antara kedua belah pihak yang menjalin hubungan: selain cinta, memperbanyak apresiasi juga adalah "kunci" yangdisertai jujur dan terbuka dalam memahami kebutuhan dan atau keinginan dari pasangan.Â
Ingat saja ini sebelum ada niat untuk melakukan perselingkuhan bahwa untuk menjalin komitmen jangka panjang, mempertahankan hubungan jauh lebih sulit daripada memulai perkenalan.
Selingkuh?Â
Plis dong ah, jangan coba-coba!
Cukup saya saja.
Tabik.