Selanjutnya pada masa pemerintahan Raja Rama VI (Raja Wachirawut), jurnalisme di Thailand mengalami zaman keemasan. Tetapi, pada masa pemerintahan Raja Wachirawut, Siam memiliki banyak masalah, salah satunya kemunduran akibat modernisasi.
Raja Wachirawut sangat dekat dengan jurnalisme di Thailand. Jadi, wartawan menjadi punya kebebasan untuk melapor serta mengkritik masyarakat.
Tetapi pada pemerintahan Raja Rama VII (Raja Prachatipok), rakyat mulai menutut kebebasan berekspresi dalam konstitusi Thailand pertama di tahun 1932.
Situasi Pers di Bawah Monarki Konstitusional 1933-1992
Kebangkitan partai rakyat menjadi penanda awal era demokrasi di Thailand.
Periode ini juga menjadi penanda kecocokan antara jurnalis dengan politisi di Thailand, ketika politisi dan elit sosial memiliki hubungan baik dengan semua surat kabar terkemuka.
Mereka memanipulasi beberapa surat kabar sebagai alat propaganda untuk mencapai tujuan mereka.
Ketika Field Marshal Pibulsongkhram menjadi perdana menteri selama Perang Dunia II, semua surat kabar diwajibkan secara paksa untuk mempromosikan sudut pandang serta mengadvokasi nasionalisme Thailand dan ideologi elit.
Selama Perang Dunia II, surat kabar diinstruksikan untuk hanya mencetak berita yang baik, sementara komentar-komentar buruk dan sarkastik tentang situasi internal dilarang keras.
Tahun 1939, Pibulsongkhram juga mengubah nama negara dari Siam menjadi Thailand yang berarti "tanah kebebasan".
Modernisasi juga menjadi tema penting dalam nasionalisme baru Thailand di masa kepemimpinan Pibulsongkhram. Sejak tahun 1938 hingga 1942, ia mengeluarkan 12 Mandat Budaya.