Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UGM
KASTRAT BEM FEB UGM Mohon Tunggu... Penulis - Kabinet Harmoni Karya

Akun Resmi Departemen Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lekatnya Budaya Korupsi di Indonesia

13 Maret 2019   19:46 Diperbarui: 13 Maret 2019   22:48 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Diolah dari data KPK, 2018)

Jika ditilik dari instansinya, kementerian/kelembagaan menjadi penyumbang terbanyak dalam kasus korupsi sejak tahun 2004 di Indonesia, yaitu 312 perkara. Namun, per Desember tahun 2018, kedok korupsi yang dilakukan dalam lingkungan pemkab/pemkot terbuka lebar. Adanya peningkatan perkara korupsi dari kalangan pemkab/pemkot sebesar 115% dari tahun 2017 mendorong kenaikan yang signifikan sehingga menjadikan instansi ini sebagai penyumbang kedua terbanyak kasus korupsi di Indonesia, yaitu 295 perkara. 

(Sumber: Diolah dari data KPK, 2018)
(Sumber: Diolah dari data KPK, 2018)

Terlebih lagi, pada tahun 2018, KPK (2018) mencatat sebanyak 29 kepala daerah terjerat kasus korupsi, termasuk Bupati Purbalingga, Bupati Bekasi, dan Bupati Cianjur. Hal ini menjadi rekor baru setelah pada tahun 2014, sebanyak empat belas kepala daerah digiring ke bui. 

Di sisi lain, data KPK juga menunjukan tindak pidana korupsi berdasarkan wilayah. Dalam wilayah kerja pemerintahan pusat, sejak tahun 2004, terdapat 283 tindak pidana korupsi dan menjadi penyumbang terbesar di Indonesia. Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Jawa Barat berada di urutan selanjutnya.

Berdasarkan profesi atau jabatan, sejak tahun 2004, tindak pidana korupsi didominasi oleh anggota DPR dan DPRD sebanyak 247 kasus serta swasta sebanyak 238 kasus. Posisi anggota DPR dan DPRD yang menjadi "representasi" masyarakat Indonesia di kursi legislatif kian tergerus apabila kepercayaan masyarakat terus dikhianati. 

Di sisi lain, pihak swasta memang menjadi sumber korupsi terbanyak nomor dua di Indonesia apabila dilihat dari profesi dan jabatan. Namun, korporasi yang dikenakan sanksi atas korupsi masih sedikit, yaitu lima korporasi. 


Pengusutan kasus korupsi saat ini masih diarahkan kepada individu-individu terkait. Hal ini dikarenakan dikarenakan akses informasi yang sangat sulit dalam mengetahui korporasi secara sempurna. Korporasi cenderung menutup-nutupi segala bentuk kecurangan agar investor tetap menanamkan modalnya demi mencapai keuntungan yang lebih besar. Di samping itu, adanya dualisme pengakuan korporasi sebagai subjek hukum semakin memperkeruh keadaan. 

(Sumber: Diolah dari data KPK, 2018)
(Sumber: Diolah dari data KPK, 2018)
Saat ini, Corruption Perception Index (CPI) Indonesia menduduki peringkat ke-89 dari 180 negara di dunia dengan nilai 38, lebih baik dibandingkan tahun 2017 dengan nilai 37 (Transparency International, 2018). 

Dalam ruang lingkup Asia Tenggara, Indonesia berada pada posisi empat. Malaysia (47), Brunei Darussalam (63), dan Singapura (85) memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan Indonesia. Mitra senior Global Integrity Group, Stuart Gilman, menyatakan bahwa semakin baik indeks persepsi korupsi, investasi yang masuk ke dalam negara tertentu akan meningkat dan kepercayaan investor juga akan meningkat.

Korupsi memang merupakan suatu dilema. Setiap orang pasti akan menghadapi Trade-off antara mengoptimalkan kepuasan diri sendiri atau mendorong kesejahteraan seluruh masyarakat melalui program percepatan pembangunan. Orang yang sadar buruknya korupsi akan memilih pilihan kedua. Namun, setiap individu pasti memiliki preferensi yang berbeda. Jack Bologna (1993), melalui GONE Theory, menyatakan bahwa motif seseorang melakukan korupsi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu Greeds (Keserakahan), Opportunities (Peluang), Needs (Kebutuhan), dan Exposures (Pengungkapan). 

Sebelumnya, Cressy (1953) juga pernah mengungkapkan alasan individu melakukan fraud atau kecurangan. Melalui Fraud Triangle, alasan berbuat curang terdiri dari Pressures (Tekanan), Opportunities (Peluang), dan Rationalization (Rasionalisasi). Beragamnya alasan tersebut menyulitkan penumpasan tindak pidana korupsi karena probabilitas penuntasan korupsi melalui satu paket kebijakan saja sangatlah kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun