Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menganalisis Kesetaraan Gender pada Era Globalisasi dalam Perspektif Liberal Feminis

9 Mei 2023   23:02 Diperbarui: 9 Mei 2023   23:07 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Feminisme dan Liberal Feminisme

Sebagai istilah politik. 'feminisme' merupakan penemuan abad ke-20 dan baru menjadi bahasa sehari-hari yang familiar sejak tahun 1960an. Dalam penggunaan modern, feminisme terhubung dengan gerakan perempuan dan usaha untuk memajukan peran sosial kaum perempuan. Ideologi feminism memiliki dua dasar; bahwa perempuan memiliki keterbatasan karena kelamin mereka; dan keterbatasan ini bisa dan harus dihilangkan (Heywood, 2017). Teori feminis dan doktrin-doktrinnya memiliki keberagaman, tetapi fitur penyatu mereka semua adalah keinginan bersama untuk meningkatkan peran sosial kaum perempuan melalui cara apapun (Heywood, 2013).

Feminisme awal, atau yang lebih dikenal dengan istilah "first-wave feminism" sangat dipengaruhi oleh nilai dan ide dari liberalism. Wollstonecraft dalam karyanya berjudul A Vindication of the Rights of Woman ([1792] 1967) berpendapat bahwa wanita harus menerima hak dan keistimewaan yang sama dengan laki-laki atas dasar bahwa mereka adalah 'umat manusia'. 

Pemikiran feminism kemudian dianalisis menjadi beberapa bagian antara pemikiran liberal, feminis, dan sosialis dalam feminism. Kemudian, pemikir liberal feminis seperti Wollstonecraft dan Friedan memahami subordinasi perempuan dan hubungannya terhadap distribusi, hak, dan ketidakmerataan kesempataan dalam masyarakat (Heywood, 2013). 

Dasar filsafat dari liberal feminis berakar dari prinsip indvidualisme yaitu kepercayaan bahwa manusia sebagai individu adalah penting dan maka dari itu, seluruh individu adalah seimbang secara moral. Pada esensinya, liberal feminis bersifat reformis karena berusaha membuka persaingan adil antara perempuan dan laki-laki pada kehidupan publik daripada menantang struktur patriarki pada masyarakat yang sering disinggung oleh feminis lainnya (Heywood, 2017).

PEMBAHASAN

Globalisasi dapat dipahami sebagai kumpulan proses yang sangat cepat dan melibatkan aliran yang menjangkau ruang dunia dalam skala besar dan bertujuan pada peningkatan integrasi dan interkonektivitas yang berada di antara ruang tersebut (Ritzer, 2007). Globalisasi terdiri dari proses yang kompleks pada ekonomi, politik, budaya, dan geografi di mana barang, modal, informasi, orang, dan ide bergerak melintasi batas (McMichael, 2004; Moghadam, 1999; Eitzen & Zinn, 2006). Globalisasi memberikan dampak yang tidak sama pada setiap pihak karena globalisasi dapat memberikan kesempatan dan juga meningkatkan kemakmuran bagi beberapa negara, tetapi juga dapat menghasilkan ketidaksetaraan, kemiskinan, dan ketiadabantuan (Eitzen & Zinn, 2006; McMichael, 2004). Berbagai pandangan telah diadopsi mengenai dampak globalisasi pada peran dan status wanita. Pembahasan dalam paragraf selanjutnya akan mengkaji lebih lanjut mengenai dalam perspektif feminis liberal, apakah globalisasi berhasil mengangkat kesetaraan gender atau justru tidak memberikan perubahan melalui beberapa studi kasus singkat dalam beberapa bidang kehidupan, yaitu bidang ekonomi, sosial-budaya, dan politik.

Dalam bidang ekonomi, khususnya lapangan kerja, beberapa ahli teori pro-globalisasi berpendapat bahwa globalisasi telah membuka kesempatan pada wanita dalam negara-negara berkembang setidaknya melalui 'feminisasi pekerjaan' (Heywood, 2017). Selain itu, beberapa ahli sosiologi juga berpendapat bahwa ekonomi global yang lahir dari globalisasi sesungguhnya sudah mendorong kemajuan wanita dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang semakin banyak bagi wanita. Sebagai dampaknya, wanita dapat meraih kemampuan pengambilan keputusan pada keluarga dan juga di masyarakat (Lim, 2000; Kabeer, 2001). Contoh yang dapat diberikan dalam teori ini adalah pertumbuhan globalisasi yang melahirkan pekerjaan yang 'terfeminisasi' atau 'pekerjaan kerah pink' yang melalui perluasan industry layanan jasa seperti jasa retail, pembersihan/cleaning service, dan pemrosesan data. Tren berkembangnya pekerjaan seperti ini membantu membentuk sebuah revolusi seksual, setidaknya melalui pemberian status yang lebih tinggi dan kemerdekaan finansial yang lebih baik bagi wanita (Heywood, 2017). Dalam perspektif liberal feminis, hal ini sesuai oleh perjuangan yang digaungkan oleh feminis liberal bahwa terdapat persaingan adil antara perempuan dan laki-laki pada kehidupan public dan dalam kasus ini melalui kesempatan bekerja yang terbuka bagi wanita untuk mendorong kesetaraan gender.

Pada bidang sosial budaya, kebebasan akan hak antara laki-laki dan perempuan terlihat begitu kentara. Meskipun, pada era globalisasi perbedaan hak tersebut seiring berjalannnya waktu mulai berkurang dikarenakan kesetaraan yang sering digaungkan oleh feminis memberikan pandangan baru bahwa budaya patriarki kerap mempengaruhi pola pikir manusia yang selanjutya menyebarkan opini bahwasanya akan sia-sia jika perempuan menempuh pendidikan yang tinggi namun akan berakhir pada posisi yang baik yakni sebagai kepala dapur keluarga. Budaya yang mengacu pada agama, poliyik, ataupun komitmen yang dapat membedakan uatu kelompok bangsa lain dan paling spesifik melalui definisi peran gender yang sesuai (Clark et al., 1991; Forsythe et al., 2000: Donno & Russett, 2004). Dalam lingkup sosial-pun perempuan sering kali mendapat perlakuan yang kurang adil dan dianggap sebagai second class citizens. Hal ini menujukkan, pola pikir masyarakat yang telah menjadi budaya patriarki seakan sudah mendarah daging di kalangan masyarakat (Sulistyowati, 2021). Apabila dikaitkan dengan pemikiran liberal feminis persaingan yang adil pada bidang sosial budaya sudah mulai terealisasikan seiring perkembangan globalisasi meskipun masih ada beberapa pemikiran mengenai budaya patriarki yang tidak dapat dihindarkan terutama pada negara berkembang.

Partisipasi perempuan di dunia politik yang semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Menurut The History of Women In Politics Essay pada tahun 2018, teori bahwa perempuan dapat membawa dan memberikan sesuatu dalam politik dunia karena perempuan haru diberikan kesempatan yang sama, hal ini tentunya memiliki hak dan dapat memberikan keputusan yang baik seperti laki-laki. Negara memiliki peran penting dalam membuat kebijaam yang digunakan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat terutama pada era globalisasi. Dalam menyikapi hal tersebut kebijakan yang dibuat dan digunakan pada era globalisasi yang mengalami begitu banyak perkembagan teknologi seiring berjalannya waktu, sehingga tingkatan teknologi dan pengetahuan akan sama rata hal ini akan sesuai dengan paradigma feminisme liberal yang berharap posisi antara laki-laki dan perempuan secara adil dan kesetaaan gender dapat diimplementasikan. Feminisme dapat diterima dengan baik oleh suatu negara yang kemudian dapat mempengaruhi peran perempuan dalam berpolitik di negara tersebut (Nasution, Gozal, & Kirana, 2021).

KESIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun