Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menganalisis Kesetaraan Gender pada Era Globalisasi dalam Perspektif Liberal Feminis

9 Mei 2023   23:02 Diperbarui: 9 Mei 2023   23:07 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KARYA#2 Publikasi esai mahasiswa FISIP UPN Veteran Jakarta

Penulis: Faiz Akmal Rafif dan Arum Meira Talitasyadiah

Program Studi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional angkatan 2022
_______________________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Di era saat ini, kita memasuki sebuah era baru bernama globalisasi yang seringkali kita dengar dan temukan pada kehidupan sehari-hari. Globalisasi dapat diartikan sebagai proses masuknya informasi, pemikiran, gaya hidup, dan teknologi ke ruang lingkup dunia (KBBI, 2023). 

Peristiwa globalisasi adalah suatu peristiwa yang tidak dapat tehindarkan dan membawa banyak dampak kepada masyarakat sehingga manusia dituntut untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang telah disebabkan (Yuniarto, 2016). 


Perkembangan teknologi yang meningkat secara pesat selama beberapa tahun terakhir menciptakan fenomena globalisasi di mana sebagian besar aspek kehidupan manusia telah bertransformasi menuju kehidupan yang serba digital dengan arus yang tersalurkan secara global.

Seiring berjalannya waktu, persoalan mengenai ketidakadilan sosial yang secara umum menimpa perempuan. Perempuan yang dianggap lebih pantas dalam peran domestik dapat menghambat perempuan dalam mengekspresikan dirinya melalui bidang publik. 

Label yang diberikan kepada perempuan telah menjadi stereotype yang telah melekat sehingga perempuan dianggap lebih bergantung pada laki-laki. Konsep gender lahir dalam merekrontuksi hubungan laki-laki dan perempuan dalam menggeluti bidang yang sama tanpa memandang gender dapat dilakukan dengan menggeser peran perempuan di masyarakat sosial (Rokhmansyah, 2016).

Meskipun globalisasi dinilai telah membantu peningkatan kesetaraan gender dunia, data menunjukkan bahwa kesetaraan gender belum dapat sepenuhnya dicapai. sebagai contoh dalam bidang pekerjaan, perempuan umur 5-14 tahun menghabiskan waktu sebanyak 160 juta jam lebih banyak untuk perawatan tanpa bayaran dan pekerjaan rumah tangga dibandingkan anak laki-laki pada usia yang sama (UNICEF, 2022). 

Hal ini merupakan salah satu contoh bahwa globalisasi belum dapat sepenuhnya menghapus stigma gender negatif yang sedang berkembang di dunia saat ini. Ide mengenai kesetaraan gender dalam segala bidang kehidupan yang mengedepankan keadilan bagi kedua gender tanpa diskriminasi belum dapat dicapai meskipun globalisasi telah lama membantu mendorong nilai-nilai kesetaraan.

Isu kesetaraan gender yang kian kali diperdebatkan dalam kurun waktu yang lama dikarenakan realita perempuan yang memiliki keterbatasan peran dalam berbagai program, organisasi, dan aktvitas lain di masyarakat yang berasal dari beragam nilai maupun norma masyarakat. 

Feminis liberal yang beranggapan pada penempatan perempuan secara penuh dengan menyatakan kebebasannya atas kerasionalan, pembagian dan pengambilan keputusan antara ranah privat juga publik. 

Feminis liberal tentunya menyoroti pada berbagai cara yang mana di dalam pemerintahan, pekerjaannan dan lembaga-lebaga nasional maupun internasional, suara perempuan kurang terwakilkan (Davina & Ranti, 2022). Dalam perspektif ini, penulis akan berfokus pada analisis mengenai bagaimana kesetaraan gender pada era globalisasi terutama pada bidang politik dan ekonomi melalui sudut pandang Liberal Feminist

TINJAUAN PUSTAKA

Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender merupakan pembahasan yang kerap kali dibicarakan mengenai bagaimana keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang dikumandangkan di berbagai belahan di dunia. 

Kesetaraan menurut KBBI (2022) yang berarti tingkatan dan tingkatan yang setara atau sejajar. Gender adalah bagaimana tidak hanya memandang manusia berdasarkan pada jenis kelamin yang berbeda, namun gender membentuk perbedaan antara perempuan dan laki-laki dimana kedudukan perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki (Sulistyowati Y, 2021). 

Didukung dengan definisi gender oleh Hillary M. Lips sebagai harapan budaya laki-laki terhadap perempuan (cultural expectations for woman and men). Sehingga, pada kajian gender peran tersebut tidak berdiri sendiri melaikan berkaitan dengan identitas atas asumsi masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan melebihi perbedaan fisiologis dan biologisnya.

Globalisasi

Globalisasi berasal dari kata "globe" yang berarti peta dunia berbentuk bulat. Kemudian, kata "globe" dihaluskan menjadi "global" yang berarti meliputi seluruh dunia dan ditambah dengan kata "isasi" yang berarti proses. Kedua kata tersebut kemudian digabungkan menjadi istilah "globalisasi" yang kita kenal sekarang dan memiliki arti proses menyatukan seluruh dunia (Pratama & Dewi, 2021). Globalisasi juga dapat diartikan sebagai penyempitan dunia menjadi satu ruang dan peningkatan kesadaran dunia secara luas (Robertson, 1992). 

Globalisasi merupakan kemunculan jaringan hubungan kompleks yang memiliki arti bahwa hidup kita semakin dibentuk oleh peristiwa yang terjadi dan keputusan yang dibuat dalam jarak yang sangat jauh dari kita. Maka dari itu, globalisasi memiliki sebuah fitur utama yaitu relevansi terhadap jarak geografis dan batas-batas territorial seperti antara negara-bangsa telah semakin menurun (Heywood, 2013). Kemudian, globalisasi juga sangat terhubung dengan pertumbuhan hubungan supraterritoriality antara sesama manusia (Scholte, 2005). Sebagai contoh, pengiriman pesan melalui chat dan telepon serta program televisi dapat dikirimkan atau disiarkan menuju seluruh dunia melalui teknologi kabel dan satelit secara instan (Heywood, 2013).

Feminisme dan Liberal Feminisme

Sebagai istilah politik. 'feminisme' merupakan penemuan abad ke-20 dan baru menjadi bahasa sehari-hari yang familiar sejak tahun 1960an. Dalam penggunaan modern, feminisme terhubung dengan gerakan perempuan dan usaha untuk memajukan peran sosial kaum perempuan. Ideologi feminism memiliki dua dasar; bahwa perempuan memiliki keterbatasan karena kelamin mereka; dan keterbatasan ini bisa dan harus dihilangkan (Heywood, 2017). Teori feminis dan doktrin-doktrinnya memiliki keberagaman, tetapi fitur penyatu mereka semua adalah keinginan bersama untuk meningkatkan peran sosial kaum perempuan melalui cara apapun (Heywood, 2013).

Feminisme awal, atau yang lebih dikenal dengan istilah "first-wave feminism" sangat dipengaruhi oleh nilai dan ide dari liberalism. Wollstonecraft dalam karyanya berjudul A Vindication of the Rights of Woman ([1792] 1967) berpendapat bahwa wanita harus menerima hak dan keistimewaan yang sama dengan laki-laki atas dasar bahwa mereka adalah 'umat manusia'. 

Pemikiran feminism kemudian dianalisis menjadi beberapa bagian antara pemikiran liberal, feminis, dan sosialis dalam feminism. Kemudian, pemikir liberal feminis seperti Wollstonecraft dan Friedan memahami subordinasi perempuan dan hubungannya terhadap distribusi, hak, dan ketidakmerataan kesempataan dalam masyarakat (Heywood, 2013). 

Dasar filsafat dari liberal feminis berakar dari prinsip indvidualisme yaitu kepercayaan bahwa manusia sebagai individu adalah penting dan maka dari itu, seluruh individu adalah seimbang secara moral. Pada esensinya, liberal feminis bersifat reformis karena berusaha membuka persaingan adil antara perempuan dan laki-laki pada kehidupan publik daripada menantang struktur patriarki pada masyarakat yang sering disinggung oleh feminis lainnya (Heywood, 2017).

PEMBAHASAN

Globalisasi dapat dipahami sebagai kumpulan proses yang sangat cepat dan melibatkan aliran yang menjangkau ruang dunia dalam skala besar dan bertujuan pada peningkatan integrasi dan interkonektivitas yang berada di antara ruang tersebut (Ritzer, 2007). Globalisasi terdiri dari proses yang kompleks pada ekonomi, politik, budaya, dan geografi di mana barang, modal, informasi, orang, dan ide bergerak melintasi batas (McMichael, 2004; Moghadam, 1999; Eitzen & Zinn, 2006). Globalisasi memberikan dampak yang tidak sama pada setiap pihak karena globalisasi dapat memberikan kesempatan dan juga meningkatkan kemakmuran bagi beberapa negara, tetapi juga dapat menghasilkan ketidaksetaraan, kemiskinan, dan ketiadabantuan (Eitzen & Zinn, 2006; McMichael, 2004). Berbagai pandangan telah diadopsi mengenai dampak globalisasi pada peran dan status wanita. Pembahasan dalam paragraf selanjutnya akan mengkaji lebih lanjut mengenai dalam perspektif feminis liberal, apakah globalisasi berhasil mengangkat kesetaraan gender atau justru tidak memberikan perubahan melalui beberapa studi kasus singkat dalam beberapa bidang kehidupan, yaitu bidang ekonomi, sosial-budaya, dan politik.

Dalam bidang ekonomi, khususnya lapangan kerja, beberapa ahli teori pro-globalisasi berpendapat bahwa globalisasi telah membuka kesempatan pada wanita dalam negara-negara berkembang setidaknya melalui 'feminisasi pekerjaan' (Heywood, 2017). Selain itu, beberapa ahli sosiologi juga berpendapat bahwa ekonomi global yang lahir dari globalisasi sesungguhnya sudah mendorong kemajuan wanita dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang semakin banyak bagi wanita. Sebagai dampaknya, wanita dapat meraih kemampuan pengambilan keputusan pada keluarga dan juga di masyarakat (Lim, 2000; Kabeer, 2001). Contoh yang dapat diberikan dalam teori ini adalah pertumbuhan globalisasi yang melahirkan pekerjaan yang 'terfeminisasi' atau 'pekerjaan kerah pink' yang melalui perluasan industry layanan jasa seperti jasa retail, pembersihan/cleaning service, dan pemrosesan data. Tren berkembangnya pekerjaan seperti ini membantu membentuk sebuah revolusi seksual, setidaknya melalui pemberian status yang lebih tinggi dan kemerdekaan finansial yang lebih baik bagi wanita (Heywood, 2017). Dalam perspektif liberal feminis, hal ini sesuai oleh perjuangan yang digaungkan oleh feminis liberal bahwa terdapat persaingan adil antara perempuan dan laki-laki pada kehidupan public dan dalam kasus ini melalui kesempatan bekerja yang terbuka bagi wanita untuk mendorong kesetaraan gender.

Pada bidang sosial budaya, kebebasan akan hak antara laki-laki dan perempuan terlihat begitu kentara. Meskipun, pada era globalisasi perbedaan hak tersebut seiring berjalannnya waktu mulai berkurang dikarenakan kesetaraan yang sering digaungkan oleh feminis memberikan pandangan baru bahwa budaya patriarki kerap mempengaruhi pola pikir manusia yang selanjutya menyebarkan opini bahwasanya akan sia-sia jika perempuan menempuh pendidikan yang tinggi namun akan berakhir pada posisi yang baik yakni sebagai kepala dapur keluarga. Budaya yang mengacu pada agama, poliyik, ataupun komitmen yang dapat membedakan uatu kelompok bangsa lain dan paling spesifik melalui definisi peran gender yang sesuai (Clark et al., 1991; Forsythe et al., 2000: Donno & Russett, 2004). Dalam lingkup sosial-pun perempuan sering kali mendapat perlakuan yang kurang adil dan dianggap sebagai second class citizens. Hal ini menujukkan, pola pikir masyarakat yang telah menjadi budaya patriarki seakan sudah mendarah daging di kalangan masyarakat (Sulistyowati, 2021). Apabila dikaitkan dengan pemikiran liberal feminis persaingan yang adil pada bidang sosial budaya sudah mulai terealisasikan seiring perkembangan globalisasi meskipun masih ada beberapa pemikiran mengenai budaya patriarki yang tidak dapat dihindarkan terutama pada negara berkembang.

Partisipasi perempuan di dunia politik yang semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Menurut The History of Women In Politics Essay pada tahun 2018, teori bahwa perempuan dapat membawa dan memberikan sesuatu dalam politik dunia karena perempuan haru diberikan kesempatan yang sama, hal ini tentunya memiliki hak dan dapat memberikan keputusan yang baik seperti laki-laki. Negara memiliki peran penting dalam membuat kebijaam yang digunakan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat terutama pada era globalisasi. Dalam menyikapi hal tersebut kebijakan yang dibuat dan digunakan pada era globalisasi yang mengalami begitu banyak perkembagan teknologi seiring berjalannya waktu, sehingga tingkatan teknologi dan pengetahuan akan sama rata hal ini akan sesuai dengan paradigma feminisme liberal yang berharap posisi antara laki-laki dan perempuan secara adil dan kesetaaan gender dapat diimplementasikan. Feminisme dapat diterima dengan baik oleh suatu negara yang kemudian dapat mempengaruhi peran perempuan dalam berpolitik di negara tersebut (Nasution, Gozal, & Kirana, 2021).

KESIMPULAN

Berkaca dari beberapa penjelasan dan studi kasus mengenai pengaruh globalisasi terhadap kesetaraan gender, dapat dinilai bahwa globalisasi terbukti memberikan dampak yang bermanfaat bagi kemajuan kesetaraan gender di masyarakat. Akan tetapi, globalisasi juga tetap belum mendapat mengatasi masalah-masalah kesetaraan gender umum yang masih terjadi dalam masyarakat. Globalisasi sebagai proses digitalisasi dan perkembangan teknologi dinilai merupakan pisau bermata dua di mana globalisasi dapat memberikan kemajuan, namun penyalahgunaannya juga dapat membawa suatu kemunduran terhadap perjuangan kesetaraan gender. Apabila kita melihat melalui perspektif liberal feminis, globalisasi sebagai proses perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat membawakan keuntungan berupa peningkatan kesempatan dalam kompetisi antara laki dan perempuan yang semakin adil dalam bidang ekonomi dan politik, namun juga belum dapat menyelesaikan permasalahan budaya patriarki secara sepenuhnya.

REFERENSI

Clark, R., Ramsbey, T. W., & Adler, E. S. (1991). Culture, gender and labor force participation: A cross-national study. Gender and Society, 5, 47--66. 

Davina, R. C. (2022). Pandemi covid-19 sebagai isu keamanan internasional dalam tinjauan feminisme hubungan internasional.

Donno, D., & Russett, B. (2004). Islam, authoritarianism, and female empowerment: What are the linkages. World Politics, 56, 582--607. 

Eitzen, D. S., & Zinn, M. B. (2006). Globalization: An introduction. Wadsworth, CA: Thompson. 

Heywood, A. (2013). Politics: Fourth Edition. UK: Palgrave Macmillan Heywood, A. (2017). Political Ideologies: An Introduction, Sixth Edition. UK: Palgrave. 

https://data.unicef.org/topic/gender/gender-norms-and-unpaid-work/#status 

Kabeer, N. (2001). Bangladesh women workers and labour market decisions: The power to choose. Dhaka: The University Press Limited. 

Lim, J. Y. (2000). The effects of the East Asian crisis on the employment of women and men: The Philippine case. World Development, 28, 1285--1306. 

McMichael, P. (2004). Development and social change: A global perspective (3rd ed.). Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press. 

Moghadam, V. M. (1999). Gender and globalization: Female labor and women's mobilization. Journal of World-Systems Research, 2, 367-- 388. 

Nasution, E. B., Gozal, J., & Kirana, M. (2021). EVOLUSI PERAN PEREMPUAN DALAM POLITIK DI ERA GLOBALISASI [EVOLUTION OF WOMEN'S ROLE ON GLOBAL POLITICS IN THE GLOBALIZATION ERA]. Verity: Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional (International Relations Journal), 12(24), 21-43. 

Pratama, N. Y. P., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Membentuk Moral Bangsa yang Terkikis Akibat Benturan Globalisasi. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 962-968. 

Ritzer, G. (2007). The Blackwell Companion to Globalization. USA: Blackwell Publishing 

Robertson, R. (1992). Globalization: Social Theory and Global Culture. London: SAGE Publications 

Rokhmansyah, A. (2016). Pengantar gender dan feminisme: Pemahaman awal kritik sastra feminisme. Garudhawaca. 

Scholte, J. A. (2005) Globalization: A Critical Introduction, 2nd edition. Basingstoke dan New York: Palgrave Macmillan. 

Sulistyowati, Y. (2021). Kesetaraan gender dalam lingkup pendidikan dan tata sosial. Ijougs: Indonesian Journal of Gender Studies, 1(2), 1-14. 

Yuniarto, P. R. (2016). Masalah globalisasi di Indonesia: Antara kepentingan, kebijakan, dan tantangan. Jurnal Kajian Wilayah, 5(1), 67-95.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun