Mohon tunggu...
Kartika Hayati
Kartika Hayati Mohon Tunggu... Guru

Saya merupakan seorang wanita kelahiran 1993 yang memiliki minat mendalam dalam dunia tulisan dan membaca. Kepribadian saya cukup unik, lantaran saya hanya bisa menemukan inspirasi dalam berkarya dan mengekspresikan ide-ide dalam suasana yang penuh ketenangan dan keheningan. Namun, di balik kecintaan saya pada kesunyian, saya tetap memiliki sisi yang menyukai keramaian. Hobi menulis dan membaca menjadi sarana bagi saya untuk menjelajahi berbagai pengalaman, dan juga menjadi alasan saya ada di sini. Salam kenal! :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arti Sebuah Ketulusan Cinta

26 September 2025   12:37 Diperbarui: 26 September 2025   12:37 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hmm...kakak lihat, kamu sedikit berubah akhir-akhir ini. Sepertinya ada yang kamu sembunyikan dari kakak. Ada apa dek?" tanyaku lagi dan lagi.

"Aku nggak suka melihat senyum kakak. Aku tahu kakak sedih. Kak, aku bukan anak kecil lagi yang belum bisa membaca situasi" tangis adikku pecah. Aku pun langsung mengajak adikku untuk berlalu dari kediaman Rania. Ku jalankan motorku dengan pelan dan penuh kehati-hatian.

Adikku mulai menyandarkan kepalanya ke bagian punggungku sambil menangis sesenggukkan. Aku menghentikan motorku di taman kota yang tak terlalu jauh dari tempat tinggal Rania. Setelah itu aku membimbing adikku untuk menuju salah satu kursi di taman tersebut.

"Apa maksud kamu bicara seperti itu kepada kakak, Dek?" tanyaku bingung.

"Kakaaaak.." adikku langsung memelukku dengan erat.

"Maaf sebelumnya, jika sikapku membuat kakak kecewa. Dulu, entah kapan tanggalnya aku lupa. Aku nggak sengaja menemukan diary kakak di dalam kamar kakak. Aku begitu penasaran dengan isinya. Tanpa sepengetahuanmu, aku membaca isinya." air mata adikku terus mengalir.

"Jadi. . ." aku kaget mendengar pengakuan adikku.

"Iya kak, aku sudah tahu isi hatimu. Aku tahu perasaanmu. Aku tahu kalau kakak juga menyukai kak Rizki. Itu sebabnya aku tak begitu semangat mengikuti acara munakahat kak Rania dan kak Rizki hari ini. Aku nggak ingin melihat kakak kebanggaanku terluka."

"Kakak sebenarnya sedikit kecewa dengamu. Sejak kapan adeknya kakak bersikap nggak sopan seperti itu? Bukan kah sudah sering kakak menasehati kamu dan Nia agar selalu bersikap sopan dengan siapapun, dan jangan sampai menyentuh barang pribadi milik orang lain tanpa sepengetahuannya, entah itu handphone atau pun barang lainnya, termasuk buku harian (diary). Tapi, sudahlah.! semuanya sudah terlanjur. Lain kali jangan diulangi lagi ya, Dek" ujarku dengan pelan, yang diikuti anggukan kepala adikku. Aku pun mengusap air mata di sudut matanya dan mulai menenangkan kondisinya.

"Kak, bagaimana perasaanmu sekarang?" adikku mulai mengangkat wajahnya dan menatap lekat ke mataku.

"Perasaan kakak? Kakak baik-baik aja, tuh. Kenapa?" aku balik bertanya kepada adikku sambil menghambur senyum kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun