Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lima Upaya Menata Ulang Pendidikan Nasional, Jangan Sampai Jauh Panggang dari Api!

13 Oktober 2025   07:11 Diperbarui: 13 Oktober 2025   07:11 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima Upaya Menata Ulang Pendidikan Nasional, Jangan Sampai Jauh Panggang Dari Api!
“Pendidikan bukan sekadar program, tetapi cermin keadilan sosial yang hidup di setiap ruang kelas.”

Oleh Karnita

Ketika Pendidikan Kita Menyentuh Akar Permasalahan

Apakah mungkin kualitas pendidikan benar-benar naik hanya dengan program rutin dan slogan optimistis? Pertanyaan itu menggelitik benak ketika membaca berita bertajuk “Abdul Mu'ti Ungkap 5 Strategi Tingkatkan Kualitas Pendidikan” yang dimuat di Republika.co.id, Kamis, 9 Oktober 2025. Berita tersebut menyoroti langkah Mendikdasmen Abdul Mu’ti yang menyampaikan lima strategi besar peningkatan mutu pendidikan nasional.

Dalam kunjungan kerjanya ke Kota Batu, Jawa Timur, Abdul Mu’ti menyebutkan strategi yang mencakup beasiswa bagi guru non-D4/S1, peningkatan sarana, sertifikasi, integrasi kecerdasan buatan (AI), serta tes kemampuan akademik (TKA). Di tengah kondisi pendidikan yang sering terjebak pada tataran administratif, langkah-langkah itu terasa segar dan menyentuh akar masalah. Bukan sekadar wacana, melainkan indikasi keseriusan untuk memperbaiki fondasi sumber daya manusia Indonesia.

Sebagai pembaca dan pemerhati pendidikan, saya tertarik karena wacana ini menyentuh dimensi strategis—guru, sarana, teknologi, dan evaluasi—yang selama ini berjalan parsial. Relevansinya semakin terasa ketika dunia pendidikan tengah berhadapan dengan krisis kepercayaan publik akibat ketimpangan akses dan rendahnya kesejahteraan guru. Maka, strategi Abdul Mu’ti perlu kita telaah secara mendalam: apakah ini sekadar daftar program, atau awal dari pembenahan sistemik yang sejati?

1. Beasiswa Guru: Menyentuh Sumber Daya di Garis Depan

Salah satu langkah paling konkret dari lima strategi tersebut ialah pemberian beasiswa bagi guru yang belum bergelar D4 atau S1. Sebanyak 150 ribu kuota disiapkan pada tahun 2026, melonjak tajam dari 12.500 penerima tahun sebelumnya. Program ini lebih dari sekadar subsidi; ia adalah bentuk keadilan pendidikan bagi para pendidik yang selama ini tertinggal dalam jenjang formal.

Guru adalah ujung tombak sistem pendidikan, tetapi ironisnya banyak yang masih belum memperoleh kesempatan akademik memadai. Dengan beasiswa Rp3 juta per semester, pemerintah berupaya menghapus sekat antara idealisme profesi dan keterbatasan ekonomi. Bila dijalankan transparan dan merata, langkah ini bisa menjadi katalis transformasi kualitas pengajaran di daerah-daerah 3T.

Namun, di balik optimisme itu, ada tantangan besar. Seleksi penerima beasiswa harus berbasis kebutuhan dan kinerja, bukan sekadar kuota administratif. Pendidikan guru seharusnya menumbuhkan kompetensi reflektif dan adaptif, bukan sekadar menambah gelar. Seperti kata Ki Hadjar Dewantara, “Guru sejati bukan hanya pengajar, tetapi penuntun jiwa.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun