Keunggulan dan Kelemahan
Kekuatan utama karya Tohari terletak pada kemampuannya menulis yang “bernapas manusia.” Dialognya alami, bahasanya ringan, tapi maknanya dalam. Dari sisi intrinsik, ketiga cerpen ini kuat dalam simbolisme: senter, listrik, dan macan bukan sekadar benda, melainkan metafora sosial tentang kehormatan, iman, dan kuasa.
Sementara dari sisi ekstrinsik, daya tarik Tohari ada pada empatinya terhadap rakyat kecil. Ia tak pernah menertawakan, hanya memperlihatkan absurditas dengan kasih. Adapun kelemahan—bila harus disebut demikian—mungkin pada ritme yang kadang terlalu halus untuk pembaca masa kini yang terbiasa dengan drama cepat. Tapi justru di situlah keindahannya: ia mengajak pembaca merenung, bukan sekadar bereaksi.
Penutup
Tiga cerpen ini ibarat kaca retak yang memantulkan wajah manusia: kadang lucu, kadang menyakitkan. Ahmad Tohari tak menulis untuk menuding, tapi untuk mengingatkan—bahwa manusia bisa kehilangan arah bukan karena dosa besar, melainkan karena kebodohan kecil yang dibiarkan tumbuh.
“Blokeng”, “Rumah yang Terang”, dan “Kenthus” menjadi trilogi mini tentang pencarian martabat. Ketiganya menunjukkan bahwa cahaya sejati tak pernah datang dari luar—melainkan dari keberanian untuk jujur, sederhana, dan tetap manusia. Dan di zaman yang makin gemerlap tapi makin dangkal, suara lembut Ahmad Tohari terasa seperti doa: agar kita tidak lupa menjadi manusia yang terang dari dalam.
Daftar Pustaka
- Tohari, Ahmad. Senyum Karyamin. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018.
- Kompas.id. “Ahmad Tohari dan Satir Kehidupan Desa.” Diakses Oktober 2025.
- Tempo.co. “Wong Cilik dan Nilai Kemanusiaan dalam Karya Ahmad Tohari.” Diakses Oktober 2025.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI