Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Purbaya Menkeu Baru, Pedas di Rapat, Manis di Hati Rakyat

19 September 2025   13:21 Diperbarui: 19 September 2025   13:21 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisi Lain Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, Suka  Makan Jajanan Kaki Lima (Dok. Gelora)

Purbaya Menkeu Baru, Pedas di Rapat, Manis di Hati Rakyat

“Kejujuran tak selalu harus kaku kadang hadir dalam tawa yang sederhana.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

Pernahkah kita melihat pejabat tinggi berbicara seperti koboy, lebih nyaman di warung tenda daripada podium resmi Senayan? Peristiwanya sudah lebih dari sepekan berlalu, tepatnya pada 10 September 2025, saat rapat Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, namun masih menjadi sorotan publik. Gaya bicaranya blak-blakan dan apa adanya justru mencairkan ruang politik yang biasanya kaku. Sorot matanya tajam, tapi senyumnya ringan, membuat kritik terdengar seperti candaan. Rapat yang biasanya kering angka tiba-tiba berubah layaknya obrolan santai di warung kopi.

Urgensi isu ini terasa karena publik haus akan pejabat yang berani jujur, sederhana, dan transparan. Di tengah krisis kepercayaan, sikap pedas namun lucu ala Purbaya menjadi angin segar dalam politik ekonomi nasional. Bukan hanya isi kritiknya yang penting, tetapi juga cara penyampaiannya yang membuat rakyat merasa terwakili.

Penulis tertarik mengulas fenomena ini karena gaya koboy Purbaya bukan sekadar hiburan, melainkan strategi komunikasi politik yang jarang muncul. Ia menembus tembok formalitas tanpa kehilangan substansi, sekaligus menghadirkan kritik bernas yang ditunggu masyarakat. Di sinilah relevansinya—politik yang terlalu sering kaku bisa mencair lewat humor yang cerdas.

1. Pedas di Senayan, Manis di Jalanan

Purbaya menunjukkan dua sisi yang unik: pedas saat rapat, tapi manis ketika makan sederhana di pinggir jalan. Potret dirinya yang menikmati nasi goreng kaki lima lebih membekas daripada pidato penuh jargon. Rakyat melihat seorang pejabat tinggi yang tak sungkan duduk bersama rakyat kecil, tanpa protokol berlebihan.

Sikap ini bukan basa-basi pencitraan, melainkan cara membangun kedekatan. Di tengah jarak sosial antara pejabat dan rakyat, momen seperti ini menjadi simbol kesetaraan. Dari sinilah lahir simpati—bahwa kekuasaan tak harus menutup ruang untuk tetap sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun