Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Damai di Ujung Polemik Ferry dan TNI

14 September 2025   16:10 Diperbarui: 14 September 2025   16:10 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konten kreator sekaligus CEO Malaka Project, Ferry Irwandi.(instagram.com/irwandiferry)

Kasus ini menjadi contoh nyata betapa rentannya percakapan digital terhadap salah tafsir. Kata-kata bisa membakar, tetapi bisa juga menjembatani. Maka, memahami etika bermedia sosial bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.

Jalan Damai yang Ditempuh

Pada 13 September 2025, Ferry Irwandi mengunggah pernyataan damai di akun Instagram pribadinya. Ia mengaku sudah berbicara langsung dengan Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah. Dari pertemuan itu, keduanya saling bermaafan dan menegaskan kepercayaan bahwa TNI tetaplah garda penjaga rakyat.

Langkah ini bukan sekadar mengakhiri polemik pribadi, tetapi juga menurunkan suhu publik. Bayangkan jika kasus ini terus bergulir di jalur hukum—maka riuhnya bisa menambah ketegangan antara masyarakat sipil dan institusi pertahanan. Damai adalah opsi yang lebih bijaksana.

Pesan yang tersirat jelas: komunikasi personal bisa lebih ampuh dibandingkan perdebatan panjang di ruang publik. Dialog terbukti mampu mematahkan prasangka yang sempat membesar.

Akhirnya Ferry Irwandi dan TNI Sepakat Damai, Perseteruan Resmi Berakhir | iNews Room (13/9)
Akhirnya Ferry Irwandi dan TNI Sepakat Damai, Perseteruan Resmi Berakhir | iNews Room (13/9)

Kritik dan Catatan Hukum

Meski berakhir damai, sejumlah lembaga seperti ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) menilai TNI sempat melangkahi kewenangan jika benar-benar melanjutkan laporan hukum. Kritik ini menegaskan bahwa institusi besar tetap perlu berada dalam koridor hukum sipil. Supremasi hukum harus dijaga agar tidak mencederai demokrasi.

Kasus ini mengingatkan kita bahwa undang-undang, khususnya UU ITE, masih menyimpan celah tafsir yang rawan dipakai sebagai alat represi. Karena itu, pembacaan kritis masyarakat sipil tetap penting sebagai mekanisme kontrol. Kebebasan berekspresi memang bukan kebebasan absolut, tetapi harus tetap dilindungi.

Refleksi yang lahir dari sini adalah urgensi revisi aturan hukum agar selaras dengan prinsip demokrasi. Hukum seharusnya menegakkan keadilan, bukan sekadar mempertahankan gengsi.

Peran Media dan Persepsi Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun