Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Stimulus Ekonomi Baru, Harapan atau Sekadar Janji?

14 September 2025   07:19 Diperbarui: 14 September 2025   07:19 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja. /Antara/Muhammad Adimaja

Selain insentif dan jaminan sosial, pemerintah juga menyiapkan program magang berbayar bagi fresh graduate. Tujuannya menyambungkan pendidikan dengan industri. Meski ide ini positif, risiko eksploitasi perlu diwaspadai—jangan sampai magang hanya menjadi kedok untuk mendapatkan tenaga murah.

Di sisi lain, perpanjangan bantuan pangan hingga tiga bulan ke depan menunjukkan adanya kesadaran akan sulitnya situasi rakyat. Namun, bantuan semacam ini hanya jangka pendek. Tanpa strategi kemandirian ekonomi, masyarakat akan terus bergantung pada subsidi yang tidak pasti keberlanjutannya.

Refleksi dari dua program ini adalah perlunya keseimbangan antara kebijakan jangka pendek dan visi jangka panjang. Pendidikan, pangan, dan pekerjaan harus dirangkai dalam satu strategi holistik.

Politik Anggaran: Retorika atau Keberpihakan Nyata?

Menko Airlangga Hartarto menyebut alokasi anggaran stimulus sedang difinalisasi bersama Menkeu. Besarannya akan diputuskan dalam rapat pada 15 September 2025. Kalimat “akan” dan “sedang” mengisyaratkan bahwa kepastian masih jauh dari genggaman.

Kritik yang muncul adalah soal transparansi: berapa besar anggaran yang benar-benar dialokasikan untuk pekerja, bukan hanya korporasi? Tanpa transparansi, publik sulit menilai apakah kebijakan ini berpihak pada rakyat atau sekadar menjaga stabilitas ekonomi makro. Keberpihakan nyata harus tercermin dalam angka, bukan sekadar pidato.

Refleksinya jelas: politik anggaran adalah wajah sejati keberpihakan negara. Jika alokasi lebih besar untuk elite, maka jargon keadilan sosial hanyalah retorika.

Penutup

Stimulus ekonomi memang membawa harapan, tetapi harapan itu belum tentu nyata jika tidak dibarengi dengan keberpihakan dan konsistensi. Pekerja, buruh, dan ojol tidak membutuhkan retorika manis, melainkan kebijakan yang mampu menjawab perut lapar dan masa depan yang lebih pasti.

Sebagaimana dikatakan Bung Hatta, “Keadilan sosial adalah tujuan, bukan jalan pintas.” Kebijakan fiskal, jaminan sosial, hingga bantuan pangan harus ditempatkan sebagai instrumen menuju kesejahteraan rakyat, bukan sekadar alat politik sesaat. Wallahu

Disclaimer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun