Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Stimulus Ekonomi Baru, Harapan atau Sekadar Janji?

14 September 2025   07:19 Diperbarui: 14 September 2025   07:19 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja. /Antara/Muhammad Adimaja

Stimulus Ekonomi Baru, Harapan atau Sekadar Janji?

"Keadilan sosial bukan sekadar retorika, tetapi harus nyata hadir dalam kebijakan."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah sebuah stimulus ekonomi benar-benar mampu menjawab keresahan pekerja di tengah ketidakpastian hidup? Pertanyaan ini kian relevan setelah pemerintah pada Sabtu, 13 September 2025, melalui Pikiran Rakyat memuat kabar berjudul “Stimulus Ekonomi Baru Pemerintah: Insentif Pajak hingga Jaminan Sosial untuk Pekerja, termasuk Ojol.” Berita tersebut menyingkap langkah pemerintah menyiapkan paket stimulus yang menyasar beragam sektor.

Kebijakan ini terasa mendesak di tengah gelombang protes para pengemudi ojek online (ojol) pada Juli 2025, yang menolak pemotongan komisi hingga 10 persen dan menuntut payung hukum perlindungan kerja. Kehadiran stimulus baru seakan menjadi jawaban atas ketidakpastian status mereka sebagai “mitra” atau “pekerja.” Namun, sejauh mana kebijakan ini mampu menyentuh realitas sehari-hari rakyat kecil masih menjadi tanda tanya.

Ketertarikan saya pada isu ini berangkat dari keresahan kolektif: di satu sisi negara menjanjikan insentif pajak dan jaminan sosial, tetapi di sisi lain masyarakat masih menanggung beban mahalnya biaya hidup. Stimulus memang memberi secercah harapan, tetapi pertanyaannya—apakah ia cukup untuk menyeimbangkan perut rakyat yang lapar dengan jargon pembangunan yang sering terdengar manis di telinga?

Insentif Pajak: Keadilan atau Sekadar Diskon?

Pemerintah menyebut insentif pajak kini diperluas, bukan hanya bagi industri padat karya tetapi juga sektor perhotelan, restoran, dan katering. Kebijakan ini tentu dapat membantu pelaku usaha agar mampu bertahan di tengah pelemahan daya beli. Namun, pertanyaan mendasar tetap muncul: apakah insentif tersebut berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan pekerja?

Kebijakan fiskal seharusnya tidak berhenti pada pengusaha semata, tetapi juga memberi dampak langsung kepada buruh, pegawai kontrak, hingga pekerja lepas. Tanpa itu, insentif hanyalah fasilitas tambahan yang memperkuat pemilik modal, sementara pekerja tetap berjibaku dengan gaji rendah. Keadilan fiskal perlu diwujudkan melalui distribusi manfaat, bukan sekadar mengurangi beban pajak korporasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun