Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup dengan Luka Sunyi, Siapa Peduli Abdurohman?

13 September 2025   09:20 Diperbarui: 13 September 2025   09:20 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdurohman (46) warga Benteng Kidul, Kota Sukabumi menderita kelainan kulit langka, dipenuhi benjolan mirip kutil. /Herlan H./Kontributor PR.

Hidup dengan Luka Sunyi, Siapa Peduli Abdurohman?

"Kerapuhan sosial seringkali bukan hanya soal sakit fisik, melainkan juga soal keterabaian."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah pernah terbayang hidup dengan tubuh yang penuh benjolan mirip kutil sejak kecil hingga dewasa? Begitulah nasib pilu yang dialami Abdurohman, warga Sukabumi, sebagaimana diberitakan Pikiran Rakyat (28 Agustus 2025) dengan judul “Nasib Pilu Abdurohman, Warga di Sukabumi yang Hidup dengan Kelainan Kulit Berupa Benjolan Mirip Kutil.” Berita ini menggugah empati kita sekaligus menampar kesadaran tentang makna kesehatan, identitas, dan keberpihakan sosial.

Di tengah hiruk pikuk isu politik dan ekonomi nasional, kisah Abdurohman menghadirkan wajah lain dari realitas bangsa. Ia menunjukkan bahwa masih ada warga negara yang terperangkap dalam lingkaran sakit, miskin, dan terpinggirkan. Relevansi kasus ini sangat nyata karena menyentuh tiga isu penting: hak kesehatan, hak identitas, dan hak hidup bermartabat.

Saya tertarik menuliskan ini bukan sekadar sebagai kisah kemanusiaan, tetapi juga sebagai cermin kondisi sistem sosial kita. Mengapa kasus seperti ini selalu terungkap setelah ramai di media sosial? Mengapa intervensi baru dilakukan setelah masyarakat bersuara? Pertanyaan-pertanyaan ini penting diajukan sebagai refleksi kolektif bangsa.

1. Kondisi dan Keseharian Abdurohman

Kehidupan sehari-hari Abdurohman menggambarkan bagaimana kemiskinan dan penyakit bisa melilit seseorang hingga terasing dalam rumahnya sendiri. Ia hidup bersama sang ayah, Hamdan (70), dalam kondisi ekonomi terbatas, tanpa jaminan sosial memadai. Selama bertahun-tahun, keberadaannya seolah tersembunyi, bahkan dari radar aparat dan kader posyandu setempat.

Di sinilah muncul kritik sosial penting: mengapa sistem pendataan dan perlindungan sosial kita seringkali tidak menyentuh yang paling rentan? Kader hanya mencatat berdasarkan kepala keluarga tanpa menelusuri kondisi anggota keluarga. Hasilnya, Abdurohman tidak pernah masuk daftar penerima bantuan secara efektif, padahal kondisinya sangat layak mendapat perhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun