Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tanggul Laut Raksasa: Solusi atau Ancaman Baru?

30 Agustus 2025   16:53 Diperbarui: 30 Agustus 2025   16:53 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanggul Laut Raksasa, Efektifkah Atasi Banjir? (dok. Narasi Post.com)

Tanggul Laut Raksasa: Solusi atau Ancaman Baru?

"Pembangunan bukan sekadar meninggikan beton, melainkan meninggikan kesadaran kolektif atas arah bangsa."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah sebuah tanggul raksasa benar-benar mampu menahan gelombang perubahan, atau justru menciptakan gelombang masalah baru? Pertanyaan itu kembali mencuat setelah Kompas.com (28/8/2025) memberitakan proyek Tanggul Laut Pantura dengan anggaran fantastis Rp 1,28 kuadriliun. Pelantikan Kepala Badan Otorita oleh Presiden Prabowo menandai dimulainya megaproyek yang sudah dirancang sejak era Soeharto.

Proyek yang disebut "Giant Sea Wall" ini direncanakan membentang 500 kilometer dari Banten hingga Gresik. Ia digadang-gadang sebagai jawaban atas banjir rob dan krisis pesisir yang semakin parah. Namun, berbagai kalangan mempertanyakan apakah biaya setinggi itu layak dibayar dengan potensi kerusakan lingkungan dan keterpinggiran masyarakat pesisir.

Penulis tertarik mengulas isu ini karena urgensinya menyentuh masa depan Jawa—pulau dengan konsentrasi penduduk dan ekonomi terbesar di Indonesia. Jika salah kelola, proyek ini bisa menjadi bumerang yang menggerus ekologi dan ruang hidup rakyat kecil. Artikel ini mencoba menimbang aspek kebijakan, lingkungan, hingga refleksi moral dari proyek ambisius tersebut.

1. Antara Ambisi Ekonomi dan Realitas Lingkungan

Proyek tanggul laut diproyeksikan sebagai simbol perlindungan ekonomi nasional. Dengan panjang ratusan kilometer, ia digadang dapat menyelamatkan kawasan industri dan pusat pemerintahan dari ancaman rob. Klaim ini tentu menggiurkan bagi investor dan elite politik.

Namun, di balik narasi megah itu, para ahli lingkungan menegaskan risiko kerusakan ekologis yang masif. Parid Ridwanuddin dari Auriga Nusantara menilai kebutuhan miliaran kubik pasir akan mengorbankan darat dan laut. Ekstraksi besar-besaran itu berpotensi merusak ekosistem, menghancurkan habitat, dan memperparah abrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun