Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perizinan Lingkungan: Mengapa Investasi Harus Tergantung?

27 Agustus 2025   18:47 Diperbarui: 27 Agustus 2025   18:47 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Investasi Rp1,76 T di Cirebon tertahan izin lingkungan, berpotensi gagalkan 10.000 lapangan kerja. (Dok. RRI.co.id)

Perizinan Lingkungan: Mengapa Investasi Harus Tergantung?

"Birokrasi seharusnya menjadi jembatan, bukan tembok penghalang."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah pantas investasi senilai Rp1,76 triliun hanya tertahan di meja perizinan? Langit Cirebon pada Rabu, 27 Agustus 2025, seolah menjadi saksi kebuntuan administrasi yang menghambat laju pembangunan. Pikiran Rakyat (27/8/2025) menurunkan laporan berjudul "Berpotensi Serap 10.000 Pekerja, Investasi Rp 1,76 Triliun Menggantung di Perizinan Lingkungan".

Pertanyaan besar pun muncul: di tengah tingginya angka pengangguran, mengapa birokrasi justru memperlambat serapan tenaga kerja? Ada sebelas perusahaan yang berniat menanamkan modal, dengan peluang kerja mencapai 10.000 orang, namun semua terganjal izin lingkungan dari Kementerian LHK. Bukankah ini menyangkut masa depan ribuan keluarga yang menunggu kepastian?

Saya tertarik menyoroti isu ini karena relevansinya sangat nyata. Di satu sisi, pemerintah gencar menggaungkan kemudahan berinvestasi, tetapi di lapangan, realitas berbicara lain. Investasi besar yang berpotensi menggerakkan ekonomi daerah malah terjebak dalam labirin perizinan yang berbelit.

1. Investasi Besar, Janji Lapangan Kerja

Investasi Rp1,76 triliun di Cirebon bukan angka kecil. Dari PT Chengda Tech Indonesia dengan nilai ratusan miliar hingga PT Joil Global Indonesia, semuanya berkomitmen menyerap ribuan pekerja lokal. Bahkan, total proyeksi tenaga kerja yang bisa terserap mencapai lebih dari 10.000 orang.

Namun, potensi itu terancam tak pernah terwujud bila perizinan terus berlarut. Pemerintah daerah sebenarnya sudah memberi lampu hijau, tetapi mereka tidak bisa bergerak tanpa izin lingkungan dari Kementerian LHK. Akibatnya, nasib ribuan calon pekerja berada dalam posisi menggantung.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa prosedur administrasi lebih kuat suaranya ketimbang urgensi sosial-ekonomi? Bukankah negara semestinya hadir sebagai fasilitator, bukan sebagai penghambat?

2. Birokrasi yang Jadi Tembok

Pernyataan Kepala DPMPTSP Cirebon, Hilmy Rivai, menyiratkan keputusasaan birokrat daerah. Ia menyebut, berkas pengajuan investor tidak diproses, namun juga tidak dikembalikan untuk perbaikan. Praktik ini jelas menunjukkan wajah birokrasi yang tidak proaktif.

Padahal, pemerintah pusat gencar membanggakan ease of doing business. Ironisnya, di lapangan, investor menghadapi labirin prosedur yang membuat niat baik mereka terhenti. Tak hanya soal waktu, tetapi juga biaya yang terus membengkak karena penundaan.

Inilah yang kerap membuat investor asing ragu menanamkan modal di Indonesia. Mereka melihat birokrasi kita tidak ramah, bahkan cenderung menakutkan. Apakah ini citra yang ingin kita pertahankan?

3. Keseimbangan Ekonomi dan Lingkungan

Perizinan lingkungan bukan tanpa alasan. Tujuannya menjaga agar investasi tidak merusak ekosistem dan keseimbangan alam. Namun, ketika prosedur berbelit tanpa solusi, niat baik itu justru kehilangan makna.

Lingkungan memang harus dijaga, tetapi prosedurnya bisa dibuat lebih adaptif. Misalnya, kementerian bisa langsung mendampingi investor untuk memperbaiki dokumen teknis yang kurang. Dengan begitu, kepastian hukum tetap terjaga, tanpa mengorbankan kecepatan.

Di sinilah letak refleksi pentingnya: menjaga lingkungan tidak berarti mengorbankan pembangunan. Kedua kepentingan ini bisa berjalan seimbang jika birokrasi dijalankan dengan cerdas, bukan sekadar formalitas.

4. Dampak Sosial yang Terabaikan

Setiap angka dalam tabel investasi sejatinya merepresentasikan kehidupan manusia. Ketika 10.000 tenaga kerja gagal terserap, itu berarti ada 10.000 keluarga yang tertunda untuk mendapat penghasilan tetap. Bukankah ini bentuk ketidakpekaan kebijakan?

Kebijakan yang kaku sering melupakan dimensi sosial. Padahal, pembangunan sejati adalah tentang manusia, bukan sekadar angka dalam laporan keuangan. Tanpa sensitivitas terhadap realitas lapangan, kebijakan akan kehilangan legitimasi moralnya.

Bila dibiarkan, potensi keresahan sosial bisa meningkat. Masyarakat akan bertanya-tanya: mengapa negara lebih berpihak pada rumitnya birokrasi ketimbang pada nasib mereka?

5. Refleksi untuk Reformasi

Kasus di Cirebon hanyalah satu contoh dari banyak kasus serupa di Indonesia. Dari perizinan tambang, pabrik, hingga proyek energi, cerita tentang hambatan administratif selalu berulang. Pertanyaan besarnya: sampai kapan pola ini dibiarkan?

Reformasi birokrasi bukan sekadar jargon, tetapi keharusan. Jika pemerintah serius mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen seperti ditargetkan, perizinan harus dipangkas tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian. Transparansi, digitalisasi, dan pendampingan aktif bisa menjadi kuncinya.

Refleksi akhirnya: kita butuh birokrasi yang lincah, bukan birokrasi yang lamban. Karena di balik setiap izin yang tertahan, ada ribuan harapan manusia yang ikut terhenti.

Penutup

Investasi bukan sekadar angka, tetapi napas bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Ketika birokrasi memperlambat, yang dirugikan bukan hanya investor, melainkan juga rakyat yang menunggu pekerjaan.

Sudah saatnya pemerintah mengingat pepatah bijak: "Waktu yang hilang tak bisa kembali, dan kesempatan yang tertunda adalah kerugian bagi bangsa." Bila negara sungguh ingin maju, birokrasi harus menjadi solusi, bukan masalah. Wallahu a'lam. 

Disclaimer

Tulisan ini merupakan opini pribadi berdasarkan pemberitaan media arus utama. Tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan pihak mana pun.

Daftar Pustaka

  1. Pikiran Rakyat. (2025, 27 Agustus). Berpotensi Serap 10.000 Pekerja, Investasi Rp 1,76 Triliun Menggantung di Perizinan Lingkungan. https://www.pikiran-rakyat.com/news/pr-019603721
  2. Kompas.com. (2025, 26 Agustus). Dasco: Setelah Oktober 2025, DPR Beri Catatan. https://www.kompas.com
  3. Republika. (2025, 26 Agustus). Danantara Siapkan Patriot Bonds. https://www.republika.id
  4. Okezone. (2025, 15 Agustus). Reformasi Perizinan untuk Dorong Investasi. https://www.okezone.com
  5. Tempo. (2025, 12 Agustus). Perizinan Masih Jadi Hambatan Investasi Asing. https://www.tempo.co

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun