Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Anggaran, dan Martabat: Tafsir Moderat atas Isu "Beban Negara"

20 Agustus 2025   17:22 Diperbarui: 20 Agustus 2025   17:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
“Menghormati guru berarti menjaga martabat bangsa; kritik boleh tajam, tapi bijaklah agar cahaya ilmu tetap menyala.” (Bojonegoro - iNews)

Martabat Guru di Era Informasi

Di tengah banjir informasi dan potensi hoaks, martabat guru harus dijaga bersama. Guru bukan sekadar aparatur yang digaji negara, tetapi simbol moral dan teladan generasi. Karena itu, setiap wacana publik yang melibatkan profesi guru sebaiknya diarahkan untuk memperkuat penghargaan, bukan sebaliknya.

Sayangnya, seringkali kontroversi di media sosial mengikis rasa hormat publik pada profesi guru. Komentar yang terpotong atau framing yang salah bisa menimbulkan kesan negatif. Jika ini tidak diluruskan, risiko terbesarnya adalah pudarnya kepercayaan siswa maupun orang tua pada figur guru sebagai panutan.

Maka, penting bagi semua pihak—baik pemerintah, media, maupun masyarakat—untuk menegaskan kembali penghormatan kepada guru. Mereka adalah bagian dari sejarah panjang bangsa, yang perannya tidak bisa digantikan teknologi atau mesin apa pun.

Literasi Digital dan Publik

Kasus viral ini juga memberi pelajaran berharga tentang literasi digital. Informasi yang sepotong-sepotong dapat menggiring opini dan memunculkan stigma. Publik perlu lebih cerdas memilah antara kritik kebijakan dengan penghormatan terhadap profesi.

Tantangan literasi digital terletak pada kecepatan arus informasi dibanding kemampuan publik untuk memverifikasi. Sering kali, emosi mendahului logika, sehingga kabar bohong lebih cepat menyebar dibanding klarifikasi. Di sinilah peran pendidikan literasi digital menjadi penting untuk membangun masyarakat yang kritis namun tetap adil dalam menilai.

Literasi digital bukan hanya soal kemampuan teknis menggunakan gawai, tetapi juga mencakup etika dan kecerdasan dalam mengolah informasi. Dengan meningkatnya kesadaran publik, ruang gerak hoaks bisa semakin sempit, dan isu sensitif seperti “guru beban negara” tidak mudah dipelintir.

Penutup

“Menghormati guru berarti menjaga martabat bangsa; kritik boleh tajam, tapi bijaklah agar cahaya ilmu tetap menyala.”

Hoaks seringkali lahir dari ketidaklengkapan informasi. Menyikapi isu sensitif seperti guru disebut “beban negara”, kita dituntut bijak agar kritik tetap sehat, tanpa merendahkan martabat profesi yang justru menjadi penopang bangsa. Guru adalah pelita peradaban, dan menjaga kehormatannya adalah tugas kolektif kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun