Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Anggaran, dan Martabat: Tafsir Moderat atas Isu "Beban Negara"

20 Agustus 2025   17:22 Diperbarui: 20 Agustus 2025   17:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
“Menghormati guru berarti menjaga martabat bangsa; kritik boleh tajam, tapi bijaklah agar cahaya ilmu tetap menyala.” (Bojonegoro - iNews)

Ketiga, konteks “beban” semestinya dipahami sebagai tantangan, bukan stigma. Guru justru adalah investasi jangka panjang bangsa, sehingga perlu dikelola dengan lebih adil dan produktif.

Lebih jauh, penggunaan istilah yang sensitif seperti ini memang rentan menimbulkan salah tafsir. Publik yang membaca atau mendengar tanpa konteks lengkap bisa merasa profesi guru sedang diremehkan. Padahal, makna fiskal dan makna sosial kerap memiliki jarak semantik yang jauh, sehingga perlu kehati-hatian ekstra dari pejabat publik dalam mengomunikasikannya.

Dalam konteks kebijakan, guru seharusnya ditempatkan sebagai mitra strategis negara. Mereka adalah ujung tombak implementasi pendidikan, sehingga beban anggaran bukanlah soal siapa yang membebani, tetapi bagaimana negara memaknai investasi dalam kualitas generasi muda.

Pejabat Negara dan Respons Publik

Dalam demokrasi, setiap pernyataan pejabat negara akan selalu disorot publik. Apalagi ketika isu tersebut menyentuh profesi yang jumlahnya besar dan memiliki pengaruh sosial luas seperti guru. Karena itu, pejabat negara harus responsif terhadap reaksi publik: tidak hanya memberi klarifikasi, tetapi juga menghadirkan komunikasi publik yang empatik dan membangun kepercayaan.

Responsivitas ini penting karena publik saat ini hidup dalam ekosistem digital yang serba cepat. Klarifikasi yang datang terlambat sering tidak mampu menandingi derasnya arus opini. Oleh sebab itu, kemampuan pejabat negara dalam menjelaskan maksud kebijakan, memberikan data, dan merangkul emosi publik adalah kunci menjaga legitimasi.

Keterbukaan komunikasi juga mencerminkan sikap menghormati rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Guru sebagai bagian penting dari masyarakat layak mendapatkan penjelasan yang lugas, agar tidak ada ruang bagi hoaks untuk berkembang. Dengan cara ini, pejabat negara bukan hanya memadamkan kontroversi, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik pada institusi.

Anggaran Pendidikan dan Harapan Publik

Fakta bahwa sebagian besar anggaran pendidikan terserap untuk belanja pegawai memang menimbulkan diskusi panjang. Masyarakat berharap agar dana pendidikan juga bisa memperkuat kualitas belajar, fasilitas sekolah, dan peningkatan kapasitas guru. Dengan demikian, kebijakan anggaran tidak semata menjadi angka fiskal, melainkan juga cerminan komitmen negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Isu anggaran sering kali membuat publik terjebak pada dikotomi: antara belanja pegawai dengan pembangunan sarana. Padahal, keduanya sama-sama penting. Guru yang sejahtera akan lebih fokus mendidik, sementara fasilitas yang memadai akan menunjang proses belajar. Yang mendesak adalah mencari titik keseimbangan agar investasi pendidikan berdampak langsung pada mutu.

Harapan publik jelas: anggaran pendidikan harus membawa perubahan nyata di kelas, bukan hanya tercatat di laporan fiskal. Jika ini dapat diwujudkan, maka label “beban” akan terkikis, digantikan oleh narasi “investasi masa depan bangsa.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun