Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Luka di Asrama, "Keadilan untuk Zara Qairina"

15 Agustus 2025   20:43 Diperbarui: 15 Agustus 2025   20:43 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zara Qairina, siswi madrasah di Malaysia yang tewas akibat dirundung oleh kakak tingkatnya di Malaysia. (Sumber: Freepik)

Jejak Luka di Asrama,  “Keadilan untuk Zara Qairina

"Bullying bukan tradisi; ia adalah kekerasan yang bersembunyi di balik diamnya tembok sekolah."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Sore 15 Agustus 2025, suasana di depan gedung Kementerian Pendidikan Malaysia dipenuhi massa yang membawa poster bertuliskan #JusticeforZara. Pikiran Rakyat memberitakan kasus tragis Zara Qairina, 14 tahun, siswi Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA) Tun Datu Mustapha, Sabah, yang tewas diduga akibat perundungan oleh seniornya. Isu ini memicu perhatian lintas negara, termasuk Indonesia, karena menyentuh dimensi kemanusiaan yang universal.

Kasus ini relevan di tengah meningkatnya kekhawatiran publik tentang kekerasan di sekolah berasrama, yang sering luput dari pengawasan eksternal. Banyak orang tua kini mempertanyakan keamanan anak-anak mereka di lingkungan pendidikan yang seharusnya melindungi, bukan melukai. Urgensinya bukan sekadar menuntut pelaku, tetapi juga memperbaiki sistem yang memungkinkan tragedi ini terjadi.

Penulis tertarik mengulasnya karena melihat pola berulang dalam kasus-kasus bullying di asrama, baik di Malaysia maupun di Indonesia. Fenomena ini menyimpan pesan mendalam tentang pentingnya membangun budaya sekolah yang sehat, aman, dan transparan. Tragedi Zara menjadi cermin betapa rapuhnya sistem jika dibiarkan berjalan tanpa evaluasi menyeluruh.

1. Kronologi yang Mengguncang Nurani Publik

Awal Agustus 2025, Zara ditemukan tak bernyawa di lingkungan sekolahnya. Laporan kepolisian menunjukkan indikasi kekerasan fisik dan mental sebelum kematiannya, dengan dugaan pelaku adalah beberapa siswa senior. Kepala Polisi Negara Bagian Perak, Datuk Seri Mohd Yusri Hassan Basri, menyatakan pihaknya telah memeriksa saksi dan staf sekolah untuk mengungkap kronologi detail.

Informasi ini memicu kehebohan publik, terutama setelah terkonfirmasi bahwa kasus terjadi di Malaysia, bukan Indonesia. Spekulasi dan simpati membanjiri media sosial, membuat nama Zara menjadi simbol perlawanan terhadap budaya senioritas yang disalahgunakan. Masyarakat menilai, tanpa transparansi dan keadilan, luka sosial ini akan sulit sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun