Selain itu, faktor kepemimpinan memegang peranan penting. Rumah sakit swasta sering kali memiliki model kepemimpinan yang lebih adaptif, cepat mengambil keputusan, dan berorientasi pada hasil. RSUD memerlukan pola pikir serupa untuk dapat bertahan di tengah dinamika persaingan.
Refleksinya jelas: tanpa reformasi manajerial yang mendasar, bantuan dana sebesar apa pun hanya akan menjadi “tambal sulam” sementara, bukan solusi jangka panjang.
2. Optimalisasi Piutang: Peluang atau Sekadar Penundaan Krisis?
Besarnya piutang RSUD dr Soekardjo yang mencapai Rp 32 miliar sebenarnya bisa menjadi modal awal untuk mengatasi masalah operasional. Yadi Mulyadi dari DPRD Kota Tasikmalaya menekankan perlunya langkah cepat dalam menagih piutang ini sebagai salah satu cara untuk menutup beban biaya harian rumah sakit.
Namun, optimalisasi piutang hanyalah salah satu dari sekian banyak langkah yang dibutuhkan. Pengelolaan piutang memerlukan strategi penagihan yang sistematis, dukungan hukum yang kuat, serta koordinasi lintas instansi. Tanpa itu, potensi dana besar ini akan tetap menjadi angka di atas kertas.
Persoalan piutang juga mengungkapkan tantangan budaya birokrasi: lambannya proses administrasi dan lemahnya pengawasan. Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan menekan pihak penanggung utang; perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap proses pelayanan dan pencatatan keuangan.
Refleksinya, optimalisasi piutang bisa menjadi titik balik atau sekadar jeda sebelum krisis lebih besar—tergantung pada keseriusan manajemen dalam memperbaiki sistem.
3. DPRD dan Pemkot: Menyatukan Visi atau Berjalan Sendiri-sendiri?
Sikap DPRD yang menolak alih kelola RSUD ke Pemprov Jabar menunjukkan adanya tekad untuk mempertahankan identitas dan kendali daerah. Wakil Ketua DPRD Wahid menegaskan masih ada peluang untuk menyelamatkan RSUD jika dikelola dengan benar.
Namun, kesamaan visi antara DPRD dan Pemkot menjadi kunci. Tanpa koordinasi yang solid, perbedaan strategi hanya akan memperlambat proses perbaikan. Pertemuan intensif antara eksekutif dan legislatif mutlak diperlukan untuk menghasilkan peta jalan yang jelas.
Isu ini juga menyoroti pentingnya keberanian mengambil keputusan. Menahan alih kelola berarti menerima tanggung jawab penuh atas perbaikan RSUD—dan itu bukan perkara mudah. Butuh kepemimpinan yang berani dan transparan untuk membangun kembali kepercayaan publik.