Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Segala yang Diisap Langit", Refleksi Tradisi dan Perubahan

10 Agustus 2025   21:34 Diperbarui: 10 Agustus 2025   21:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover depan: "Segala yang Diisap Langit”,  Refleksi Tradisi dan Perubahan (Dok. Pustaka Digital Mitra Netra)

Pesan ini sejalan dengan kebutuhan bangsa Indonesia saat ini untuk merangkul keberagaman dan perubahan tanpa melupakan akar budaya dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara turun-temurun. Novel ini mengajak pembaca untuk berpikir kritis dan reflektif terhadap sejarah dan peran individu dalam perubahan sosial.

Keunggulan dan Kelemahan Novel

Novel ini unggul dalam penggambaran adat dan budaya Minangkabau yang kaya dan detail, yang sekaligus menjadi media edukasi budaya bagi pembaca luas. Pinto Anugrah mampu membangun karakter tokoh utama yang kuat dan multidimensi, khususnya Rabiah sebagai simbol pemberdayaan perempuan.

Simbolisme dan penggunaan elemen visual dalam sampul menambah dimensi artistik yang memperkaya makna dan pengalaman membaca. Selain itu, konflik sosial dan ideologi diangkat dengan kompleks, tidak sekadar hitam-putih, sehingga membuka ruang interpretasi kritis bagi pembaca.

Namun, di sisi lain, beberapa pembaca mungkin menemukan pace cerita yang lambat karena fokus yang intens pada deskripsi adat dan latar sejarah. Penggunaan istilah dan konteks lokal yang kental juga bisa menjadi tantangan bagi pembaca yang tidak familiar dengan budaya Minangkabau. Pendalaman tokoh pendukung selain Rabiah juga dirasa kurang, sehingga beberapa konflik terasa kurang eksploratif.

Penutup

Novel Segala yang Diisap Langit merupakan karya sastra yang mengajak kita menelusuri sejarah dan adat budaya dengan cara yang segar dan penuh makna. Melalui kisah Rabiah dan keluarganya, Pinto Anugrah menyampaikan pesan mendalam tentang keberanian menghadapi perubahan, pentingnya mempertahankan identitas, dan pengorbanan dalam menjaga warisan budaya.

Di momentum kemerdekaan ini, novel ini relevan sebagai refleksi bahwa kemerdekaan bukan hanya soal politik, tetapi juga soal kebebasan budaya dan spiritual. Sebagaimana kata bijak dalam novel ini, “Tak ada yang tahu ujung jalan yang kita pilih, namun keberanian adalah kunci bertahan hidup.”

Disclaimer

Konten ini merupakan analisis dan opini pribadi penulis, tidak mewakili pandangan resmi penerbit atau pihak terkait lainnya.

Daftar Pustaka:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun