Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Guru Anas dan Misi Sosialnya

10 Agustus 2025   19:25 Diperbarui: 10 Agustus 2025   19:25 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anas Nasrulloh, guru honorer inisiator bedah rumah warga miskin di Garut. (Foto: Hakim Ghani/detikJabar)

Kisah Guru Anas dan Misi Sosialnya

"Keterbatasan bukan penghalang, justru menjadi alasan untuk menyalakan cahaya bagi sesama."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Pagi 8 Agustus 2025, udara Garut yang sejuk diselimuti cerita hangat tentang ketulusan. DetikJabar, melalui artikel “Ketulusan Anas, Guru Honorer Garut yang Bangun Rumah Warga Tak Mampu,” menghadirkan kisah inspiratif tentang seorang guru honorer bernama Moch. Anas Nasrulloh. Di tengah gaji di bawah satu juta rupiah, ia dan tiga sahabatnya menginisiasi program renovasi rumah warga miskin secara swadaya.

Kisah ini relevan dengan kondisi sosial saat ini, di mana banyak keluarga hidup di bawah garis kemiskinan dan tinggal di rumah tak layak huni. Langkah Anas dan rekan-rekannya bukan sekadar membangun fisik rumah, tetapi juga menumbuhkan kembali harapan. Di tengah tantangan ekonomi, gerakan kecil seperti ini menjadi pengingat bahwa perubahan besar kerap dimulai dari hati yang tulus.

Penulis tertarik mengulas kisah ini karena memuat pesan yang melampaui nilai berita. Ada dimensi kemanusiaan, solidaritas, dan keberanian mengambil inisiatif di tengah keterbatasan. Kisah Anas adalah potret bahwa keikhlasan, bila disertai aksi nyata, mampu menggerakkan dukungan publik tanpa bergantung pada kekuatan finansial pribadi.

1. Keterbatasan yang Memantik Kepedulian

Kehidupan Anas sebagai guru honorer di SMP Muhammadiyah 2 Kadungora tidak menjanjikan kesejahteraan finansial. Namun, keterbatasan tersebut justru memantik kepeduliannya terhadap tetangga yang rumahnya nyaris roboh pada 2021. Ia memilih untuk tidak diam, meski tahu sumber daya pribadinya terbatas.

Bersama tiga sahabatnya — Deden Dani, Eutik, dan Eva Lindia — Anas membentuk Cihuni Social Community (CSC). Mereka mulai mengetuk pintu para dermawan, menggalang dana, dan memanfaatkan jaringan sosial untuk menggerakkan solidaritas. Upaya ini melahirkan renovasi rumah pertama mereka, yang menjadi pemicu semangat berkelanjutan.

Keterbatasan tidak lagi menjadi penghalang, melainkan alasan untuk melangkah. Anas membuktikan bahwa nilai kemanusiaan lebih kuat daripada angka gaji. Solidaritas sosial dapat tumbuh dari kesadaran bahwa setiap orang, meskipun dalam keterbatasan, punya kapasitas memberi manfaat.

Refleksinya sederhana: ketika kemauan dan keikhlasan bertemu, bahkan hambatan paling berat pun bisa ditembus. Inilah esensi gerakan sosial akar rumput yang sering luput dari perhatian kebijakan formal.

2. Menggugah Kesadaran Publik Lewat Aksi Nyata

Gerakan CSC tidak lahir dari seminar atau dokumen kebijakan, melainkan dari langkah konkret di lapangan. Anas dan timnya tidak menunggu bantuan pemerintah, melainkan langsung mengidentifikasi rumah-rumah yang harus diperbaiki segera. Respons cepat ini membuat warga melihat mereka sebagai penolong yang nyata.

Publikasi media, termasuk liputan DetikJabar, membuat kisah CSC menjangkau khalayak luas. Efeknya, dukungan publik pun mengalir, baik dalam bentuk donasi maupun tawaran kolaborasi. Kisah mereka menjadi semacam “viral kemanusiaan” yang memicu partisipasi masyarakat.

Pesan pentingnya adalah: aksi nyata yang konsisten lebih efektif membangun kepercayaan publik daripada sekadar retorika. Inisiatif yang lahir dari kebutuhan riil di lapangan lebih mudah menggerakkan empati sosial.

Kritiknya, gerakan seperti ini sering terhenti karena kurangnya dukungan struktural. Tanpa kerjasama lintas sektor, potensi yang dihasilkan bisa tereduksi hanya menjadi cerita heroik temporer.

3. Keberlanjutan di Tengah Tantangan

Sejak 2021, CSC telah merenovasi 12 rumah dan 1 masjid. Dana yang dibutuhkan untuk tiap unit rumah bervariasi antara Rp20 juta hingga Rp50 juta, seluruhnya berasal dari donasi masyarakat. Transparansi menjadi prinsip utama: tidak ada satu rupiah pun yang diambil oleh anggota CSC untuk kepentingan pribadi.

Namun, tantangan keberlanjutan selalu mengintai. Sumber dana bergantung pada kebaikan hati donatur yang sifatnya fluktuatif. Apalagi, kebutuhan renovasi rumah di Garut dan sekitarnya jauh lebih besar daripada kapasitas CSC saat ini.

Anas juga mengakui dilema pascarenovasi: penerima bantuan sering masih terjebak dalam lingkar kemiskinan struktural. Rumah yang layak tidak otomatis membuat mereka mandiri secara ekonomi.

Refleksinya membuka ruang diskusi tentang pendekatan holistik: bedah rumah harus diiringi pemberdayaan ekonomi dan pendidikan agar bantuan bersifat transformatif, bukan sekadar karitatif.

4. Pesan Moral dari Cihuni Social Community

Dari perjalanan CSC, kita belajar bahwa gerakan sosial paling efektif lahir dari akar komunitas. Mereka memahami kondisi, kebutuhan, dan prioritas warga setempat, sehingga intervensi menjadi tepat sasaran.

Pesan moral yang mereka sampaikan adalah nilai universal: membantu sesama tanpa pamrih. Prinsip lillahi ta’ala yang mereka pegang teguh menjadi sumber energi yang menjaga konsistensi gerakan. Nilai ini sulit ditemui dalam program bantuan formal yang kerap dibebani target administratif.

Kritik yang patut dicatat adalah minimnya dukungan pemerintah daerah terhadap inisiatif warga seperti ini. Alih-alih menunggu proposal, seharusnya ada skema proaktif dari pemerintah untuk mengadopsi dan memperluas gerakan sosial yang terbukti efektif.

Refleksinya, masyarakat sipil dan pemerintah semestinya tidak berjalan di jalur terpisah. Kolaborasi keduanya dapat mempercepat pencapaian tujuan pembangunan sosial yang inklusif.

5. Menjadikan Kebaikan Sebagai Kebiasaan Kolektif

Kebaikan yang dilakukan secara konsisten memiliki daya tular. Kisah Anas memicu warga lain untuk ikut terlibat, meski tidak selalu dalam bentuk donasi uang. Ada yang menyumbang tenaga, bahan bangunan, atau sekadar menyebarkan informasi.

CSC berhasil mengubah pola pikir sebagian warga: bantuan tidak harus datang dari pihak luar, tetapi bisa dimulai dari dalam komunitas sendiri. Nilai ini penting untuk membangun kemandirian sosial.

Pesannya adalah menjadikan kebaikan sebagai kebiasaan kolektif, bukan aksi insidental. Perubahan budaya ini akan membentuk ekosistem kepedulian yang kuat di tingkat lokal.

Refleksi terakhirnya adalah bahwa kebaikan seperti ini, bila diinstitusionalisasikan, dapat menjadi model nasional dalam pengentasan kemiskinan berbasis komunitas.

Penutup

Kisah Anas Nasrulloh dan Cihuni Social Community membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berbuat. Justru dari keterbatasan, lahir inovasi sosial yang menggerakkan banyak pihak. Gerakan mereka adalah bukti bahwa kepedulian bisa lebih besar dari kemampuan finansial.

"Jangan tunggu kaya untuk berbagi, karena setiap hati punya ruang untuk memberi," demikian pesan moral yang seharusnya kita simpan dari perjalanan ini. Mengulurkan tangan bagi sesama, sekecil apapun, bisa menjadi awal dari perubahan besar.

Disclaimer: Artikel ini disusun sebagai refleksi dan analisis atas pemberitaan detikJabar, dengan tujuan mengangkat nilai kemanusiaan dan inspirasi sosial.

Daftar Pustaka

  1. Ghani, Hakim. (2025, 8 Agustus). Ketulusan Anas, Guru Honorer Garut yang Bangun Rumah Warga Tak Mampu. DetikJabar. https://www.detik.com/jabar/berita/d-8049585/ketulusan-anas-guru-honorer-garut-yang-bangun-rumah-warga-tak-mampu
  2. Badan Pusat Statistik. (2024). Data Kemiskinan Kabupaten Garut. https://www.bps.go.id
  3. Kementerian PUPR. (2023). Program Bedah Rumah dan Tantangannya. https://pu.go.id
  4. Kompas.com. (2024). Inisiatif Warga Perbaiki Rumah Tidak Layak Huni. https://www.kompas.com
  5. Republika.co.id. (2025). Gotong Royong dalam Pembangunan Sosial. https://www.republika.co.id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun