Janji dan Rasa dalam Jejak Tak Terduga
"Setiap janji sesederhana apa pun itu, memiliki kehormatan."Â -- Tere Liye, Tentang Kamu
Oleh Karnita
Pendahuluan: Jejak Sunyi yang Menggema dari Paris ke Pulau Bungin
Dalam keheningan panti jompo di Paris, seorang wanita tua asal Indonesia menghembuskan napas terakhirnya. Tak ada tangisan keluarga, tak ada pelayat, hanya segenggam harta warisan dan satu diari lusuh yang menanti untuk mengungkap siapa sebenarnya Sri Ningsih. Dari sinilah dimulai kisah Tentang Kamu, novel setebal 524 halaman karya Tere Liye yang pertama kali diterbitkan oleh Republika pada tahun 2016. Nuansa yang dihadirkan tak sekadar menyentuh ranah fiksi, melainkan menyelinap masuk ke ruang-ruang refleksi tentang kemanusiaan, keteguhan hati, dan keberanian menghadapi masa lalu.
Meskipun judulnya seolah mengisyaratkan romansa, Tentang Kamu melintasi batas genre. Ia menjelma menjadi narasi penuh petualangan, intrik hukum, dan renungan eksistensial. Tak heran jika novel ini mendapat apresiasi luas sebagai salah satu karya paling "dewasa" dari Tere Liye. Di balik narasi yang mengalir, novel ini berhasil menegaskan keunggulan penulis dalam menyisipkan nilai-nilai moral dan spiritual melalui petualangan batin dan fakta hukum yang mengejutkan.
Penulis tertarik mengulas novel ini bukan semata karena popularitasnya, tetapi karena daya tarik tema yang seakan merangkum kompleksitas manusia: trauma, pengkhianatan, pencarian makna hidup, hingga kejujuran sebagai landasan harga diri. Dalam konteks Indonesia hari ini, ketika integritas pribadi dan keluarga seringkali diabaikan dalam riuh rendah dunia material, Tentang Kamu datang bak cermin sunyi yang memantulkan pertanyaan penting: siapa kita sebenarnya jika seluruh identitas kita dilucuti?
Sinopsis: Tentang Kamu
Zaman Zulkarnaen, pengacara muda ambisius dari firma hukum Thompson & Co. di London, ditugaskan menyelesaikan perkara warisan tak bertuan senilai 19 triliun rupiah. Pemilik harta adalah Sri Ningsih, seorang wanita Indonesia berkewarganegaraan Inggris yang wafat di panti jompo di Paris. Tanpa informasi ahli waris, satu-satunya petunjuk hanyalah diari milik Sri yang diserahkan oleh Aimee, pengurus panti.
Zaman memulai pencarian ke Pulau Bungin, tempat kelahiran Sri. Ia menemukan potongan awal kehidupan Sri yang penuh nestapa: ditinggal mati ibunya saat lahir, diperlakukan kejam oleh ibu tiri, hingga tragedi kebakaran yang merenggut sosok pengasuhnya. Sri kecil, bersama adik tirinya Tilamuta, kemudian tumbuh di sebuah pondok pesantren di Surakarta.
Dari pesantren, Zaman mengungkap babak kelam lainnya: penindasan politik yang menyebabkan kematian Tilamuta, persahabatan yang dikhianati, dan awal ketangguhan Sri dalam menata hidup. Di Jakarta, ia bekerja keras hingga mendirikan pabrik sabun "Rahayu". Namun luka masa lalu tak pernah benar-benar sembuh. Ia memilih melanjutkan hidup ke London, lalu Paris.